Buya Syafi’i: sistem khilafah tidak memiliki pijakan syariat yang kuat


104980_buya-syafi-i-ma-arif_663_382
Tasbihnews.com - Mantan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif berpendapat, khilafah bukanlah produk syariah.  Menurutnya, sistem politik kekhalifahan sebagai produk pasca-Nabi, posisinya secara teori tidak lebih dari masalah ijtihad.
“Tidak ada satu dalil agama yang sahih yang dapat dipakai untuk pembenarannya. Teori sosial dan teori politik pasti mengalami perkembangan dan perubahan sepanjang sejarah. Hanyalah mereka yang tidak percaya kepada prinsip perubahan yang akan tetap bersikukuh kepada sesuatu yang sudah lapuk dimakan zaman,” jelasnya sebagaimana dikutip dari buku terbarunya  “Islam Dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan”, halaman 2013, Penerbit Mizan 2015.
Ulama yang akrab dipanggil Buya tersebut memaparkan panjang lebar tentang masalah khilafah dalam buku tersebut dengan menengok sejarah lampau kekhalifahan. Menurutnya, dari sisi moral, keadilan, dan egalitarianisme, memang era awal khilafah cukup ideal untuk dijadikan acuan, sehingga wajar jika Ibn Taimiyah menyebutnya khilafah al-nubuwwah (khilafah kenabian).Namun demikian menurut Buya Syafii, tidak menutup mata bahwa tiga khalifah pasca-Abu Bakr (632-644), wafat berkuah darah. Umar bin Khatab (634-644) dibunuh oleh non-Muslim, sementara Utsman bin Affan (644-656) dan Ali bin Abi Thalib (656-661) adalah korban political-game sesama Muslim yang sangat tragis, menghebohkan, dan memalukan.“Sekalipun kekhalifahan telah menjadi suatu institusi dalam perjalanan sejarah Islam, ia tidak punya tempat berpijak dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi. Oleh sebab itu upaya pihak memberi paying syar’i kepada format khilafah atau sebutan lain haruslah ditempatkan sebagai politisasi agama untuk meraih kekuasaan. Bukankah teori-teori politik itu dibangun para yuris lebih tiga abad pasca-Nabi, saat imperium Abbasiyah sedang menghadapi masa kemunduran pada abad ke-10 Masehi,” paparnya.Dengan kesimpulan tersebut, Buya Syafii berpendapat saat ini umat Islam bisa membuka ruang untuk mengembangkan teori-teori politik, tetapi sikap serba-mutlak benar hanyalah akan mengurung umat pada sebuah lorong sempit yang membunuh proses berpikir kreatif.
“Ujungnya peradaban Islam akan berjalan di tempat, atau bahkan umat disuruh untuk meratapi masa lampau yang digambarkan serba-manis, tetapi gagal membangun masa kini, apalagi masa depan. Arus pemikiran model inilah yang merisaukan saya sejak seperempat abad yang lalu,” terangnya. (Hafid/civicislam)
muslimedianews
Artikel yang terdapat dalam blog ini berasal dari berbagai sumber terpercaya klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di moslemfact.blogspot.com

Post Comment