Shalawat di Hari Jumat


Perbanyak shalawat di hari Jum'at untuk peroleh syafaat.

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أَكْثِرُوا مِنَ الصَّلَاةِ عَلَيَّ فِي يَوْمِ الْجُمْعَةِ ولَيْلَةِ الْجُمْعَةِ فَمَنْ فَعَلَ ذَالِكَ كُنْتُ لَهُ شَهِيْداً وَ شَفِيْعاً يَوْمَ الْقِيَامَةِ –البيهقي

Artinya: Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda,”Banyaklah bershalawat kepadaku di hari Jumat dan malam Jumat. Barang siapa melakukan hal itu, maka aku menjadi saksi dan pemberi syafa’at baginya di hari kiamat (Al Baihaqi, dihasankan oleh As Suyuthi).

Hadits di atas memotifasi agar umat Islam memperbanyak membaca shalawat untuk Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam di malam dan hari Jumat. Abu Thalib Al Makki menyatakan bahwa bisa disebut banyak, minimal shalawatnya dilakukan 300 kali (Faidh Al Qadir, 2/111)

Al Munawi juga menjelaskan bahwa hari Jumat memiliki banyak fadhilah di antara hari-hari yang lain baik di dunia maupun akhirat. Di dunia hari Jumat merupakan hari raya sedangkan hari Jumat di akhir merupakan manusia memasuki istana dan rumah-rumah mereka di surga. Sehingga perlu mensyukurinya dengan banyak bershalawat.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sendiri selain memberi syafaat juga menjadi saksi bagi pelakunya atas amalan-amalan kebaikan yang dilakukan sehingga menyebabkan pelakunya naik derajat lebih tinggi. Ingin mendapat syafa’at? Mari perbanyak shalawat, khususnya di hari Jumat.

Rep: Sholah Salim

Editor: Thoriq

sumber Hidayatullah.com

Sebelum Tidur, Ini Dia Bacaan Yang Membuat Syetan Tidak Berani Datang


Salah satu kegemaran syetan adalah mendatangi manusia saat tidur. Tujuannya tentu saja untuk menggoda atau mengganggu manusia. Yang paling sering, syetan mengikat buhul pada orang yang sedang tidur agar malas bangun. Jika orang itu sampai kesiangan, itu pertanda syetan telah mengencingi telinganya.

Bagaimana agar terhindarkan dari godaan dan gangguan syetan pada waktu kita tidur? Ada satu bacaan yang jika dibaca sebelum tidur, syetan tidak berani datang. Syetan sendiri mengaku kepada salah seorang sahabat perihal keutamaan bacaan tersebut. Bacaan itu tidak lain adalah ayat kursi.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Abu Hurairah ia memergoki seseorang mengambil segenggam makanan dari harta zakat. Abu Hurairah yang saat itu ditugasi menjaga zakat pun menangkapnya. Namun, orang tersebut mengiba. Ia mengatakan dirinya dalah seorang miskin yang banyak tanggungan. Karena kasihan, Abu Hurairah melepaskannya.

Esok harinya, ia menceritakan kepada Rasulullah apa yang dialaminya semalam. Rasulullah kemudian bersabda, “Sesungguhnya ia dusta kepadamu. Ia akan datang lagi.”

Benar apa yang disabdakan Rasulullah. Orang tersebut mengambil segenggam makanan lagi di waktu malam. Abu Hurairah pun menangkapnya. Namun, orang tersebut mengiba. Ia kembali mengatakan dirinya dalah seorang miskin yang banyak tanggungan. Karena kasihan, Abu Hurairah kembali melepaskannya.

Paginya, ia menceritakan kepada Rasulullah apa yang dialaminya semalam. Rasulullah kemudian bersabda seperti hari sebelumnya, “Sesungguhnya ia dusta kepadamu. Ia akan datang lagi.”


Dan benar. Di malam ketiga itu sahabat tersebut memergoki orang yang sama sedang mengambil bahan makanan dari harta zakat. Abu Hurairah pun kemudian menangkapnya. Kali ini ia bertekad tidak akan melepaskannya.

“Sungguh aku akan melaporkan kamu kepada Rasulullah. Kamu telah berjanji tidak mengulangi, tetapi malam ini kamu mencuri lagi.”

“Maafkan aku,” kata orang tersebut dengan penuh iba, “aku akan mengatakan kepadamu beberapa kalimat yang karenanya Allah mendatangkan manfaat bagimu.”

“Kalimat apa itu?”

“Ketika kamu hendak tidur, bacalah ayat kursi sampai selesai. Niscaya Allah akan memberimu perlindungan dan syetan tidak berani datang kepadamu hingga pagi.”

Abu Hurairah kemudian melepaskannya. Esoknya ia ceritakan hal itu kepada Rasulullah.

“Sesungguhnya yang ia katakan kepadamu adalah benar meskipun ia seorang pendusta,” jawab Rasulullah, “Tahukah engkau siapa dia?”

“Tidak ya Rasulullah”

“Dia adalah syetan.”

Demikianlah, kalimat yang ketika dibaca sebelum tidur syetan tidak berani datang hingga pagi itu adalah ayat kursi. Yakni ayat ke-255 dari Surat Al Baqarah).(akhwatindonesia)

sumber : muslimahcorner.com

Musibah Bagi Wanita Jika Masih Mengenakan Celana Panjang!


WANITA identik dengan keanggunannya dan keramahannya. Sudah sepantasnya Allah memosisikan wanita sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang begitu sempurna. Hijab yang menutupi auratnya merupakan suatu kewajiban bagi para muslimah yang sholehah.

Tentu jika tampilan luarnya istimewa, maka hatinyapun harus istimewa. Senantiasa taat kepada perintah agama dan menjadi sosok manusia yang seutuhnya, yakni manusia yang istiqomah dalam berhijab tanpa memperlihatkan lekuk tubuhnya.

Seiring perkembangan zaman dan melesatnya teknologi saat ini, sedikit banyak telah memengaruhi gaya berbusana muslimah Indonesia. Sekarang kita tahu banyak bertebaran wanita yang berpakaian namun telanjang. Misalnya, mereka yang berhijab tapi dengan menggunakan celana jeans, atau celana ketat yang memperlihatkan lekuk tubuh mereka.

Sebenarnya, ini musibah buat mereka. Mengapa?

Kita sudah mengetahui bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan.Itu berarti kaki dan betis wanita adalah aurat yang wajib ditutupi.Di antara syarat pakaian muslimah yang mesti dipenuhi adalah tidak membentuk lekuk tubuh.Nah, pakaian yang tidak memenuhi syarat ini adalah jika wanita berbusana celana panjang, apalagi ketat.Ditambah lagi pakaian celana panjang ini menyerupai pakaian pria.Inilah musibah yang pada wanita muslimah saat ini.

Tentang larangan wanita menyerupai pakaian pria di antara contohnya adalah memakai celana panjang. Pakaian tersebut menyerupai pakaian laki-laki dan terlarang berdasarkan hadits berikut,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَعَنَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لُبْسَةَ الْمَرْأَةِ وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لُبْسَةَ الرَّجُلِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang berpakaian wanita dan wanita yang berpakaian laki-laki,” (HR. Ahmad no. 8309, 14: 61. Sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim, perowinya tsiqoh termasuk perowi Bukhari Muslim selain Suhail bin Abi Sholih yang termasuk perowi Muslim saja).

Syaikh Abu Malik, semoga Allah senantiasa menjaga beliau dalam kebaikan, penulis kitab Shahih Fiqh Sunnah berkata, “Patokan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang saling tasyabbuh (menyerupai) satu dan lainnya bukan hanya kembali pada apa yang dipilih, disukai dan dijadikan kebiasaan wanita dan pria. Namun hal ini kembali pula pada maslahat pria maupun wanita.Yang maslahat bagi wanita adalah yang sesuai dengan yang diperintahkan yaitu wanita diperintahkan untuk menutupi diri tanpa boleh tabarruj atau menampakkan perhiasan diri. Jadi dalam larangan berpakaian pada wanita ada dua tujuan: (1) membedakan pria dan wanita, (2) menutupi diri wanita secara sempurna. Kedua maksud (tujuan) ini harus tercapai.”(Shahih Fiqh Sunnah, 3: 36).

Di halaman lain, Syaikh Abu Malik berkata, “Memakai celana panjang adalah sejelek-jelek musibah yang menimpa banyak wanita saat ini, semoga Allah memberi petunjuk pada mereka. Walaupun celana tersebut bisa menutupi aurat, namun ia bisa tetap menggoda dan membangkitkan syahwat, apalagi jika celana tersebut sampai bercorak.

“Sebagaimana telah diketahui bahwa di antara syarat jilbab syar’i adalah tidak sempit atau tidak membentuk lekuk tubuh.Sedangkan celana panjang sendiri adalah di antara pakaian yang mengundang syahwat, bahkan kadang celana tersebut sampai terlalu ketat.

Ada juga celana yang warnanya seperti warna kulit sampai dikira wanita tidak memakai celana sama sekali. Ini sungguh perilaku yang tidak dibenarkan namun sudah tersebar luas.Oleh karena itu, tidak diperkenankan wanita memakai celana panjang.
“Jika ia memakai celana semacam itu di hadapan suami -selama celananya tidak menyerupai pakaian pria-, maka tidak masalah.

Namun tidak diperkenankan jika dipakai di hadapan mahrom lebih-lebih di hadapan pria non mahram.

“Akan tetapi, tidak mengapa jika wanita mengenakan celana panjang di dalam pakaian luarnya yang tertutup.Karena memakai celana di bagian dalam seperti lebih menjaga dari terbukanya aurat lebih-lebih kalau naik kendaraan mobil. Wallahu a’lam,” (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 3: 38).

Di antara dalil bahwasanya pakaian wanita tidak boleh ketat dan tidak membentuk lekuk tubuh adalah hadits berikut dari Usamah bin Zaid di mana ia pernah berkata,

كساني رسول الله – صلى الله عليه وسلم – قبطية كثيفة كانت مما أهدى له دِحْيَةُ الكلبي فكسوتها امرأتي، فقال رسول الله – صلى الله عليه وسلم – : مالك لا تلبس القبطية؟ فقلت: يا رسول الله! كسوتها امرأتي، فقال: مرها أن تجعل تحتها غلالة فإني أخاف أن تصف حجم عظامها
“Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pernah memakaikanku baju Quthbiyyah yang tebal. Baju tersebut dulu dihadiahkan oleh Dihyah Al Kalbi kepada beliau.Lalu aku memakaikan baju itu kepada istriku. Suatu kala Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menanyakanku: ‘Kenapa baju Quthbiyyah-nya tidak engkau pakai?’.Kujawab, ‘Baju tersebut kupakaikan pada istriku wahai Rasulullah’.Beliau berkata, ‘Suruh ia memakai baju rangkap di dalamnya karena aku khawatir Quthbiyyah itu menggambarkan bentuk tulangnya,” (HR. Ahmad dengan sanad layyin, namun punya penguat dalam Sunan Abi Daud.Ringkasnya, derajat hadits ini hasan). (Sumber:islampos)

Hutang Puasa Ramadhan Beberapa Tahun Belum Diqadha, Bagaimana Hukumnya?


Allah membolehkan, bagi orang yang tidak mampu menjalankan puasa, baik karena sakit yang ada harapan sembuh atau safar atau sebab lainnya, untuk tidak berpuasa, dan diganti dengan qadha di luar ramadhan. Allah berfirman,

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (QS. Al-Baqarah: 184)

Kemudian, para ulama mewajibkan, bagi orang yang memiliki hutang puasa ramadhan, sementara dia masih mampu melaksanakan puasa, agar melunasinya sebelum datang ramadhan berikutnya. Berdasarkan keterangan A’isyah radhiyallahu ‘anha,

كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَ إِلَّا فِي شَعْبَانَ

Dulu saya pernah memiliki utang puasa ramadhan. Namun saya tidak mampu melunasinya kecuali di bulan sya’ban. (HR. Bukhari 1950 & Muslim 1146)

Dalam riwayat muslim terdapat tambahan,

الشُّغْلُ بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

‘Karena beliau sibuk melayani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.’

A’isyah, istri tercinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu siap sedia untuk melayani suaminya, kapanpun suami datang. Sehingga A’isyah tidak ingin hajat suaminya tertunda gara-gara beliau sedang qadha puasa ramadhan. Hingga beliau akhirkan qadhanya, sampai bulan sya’ban, dan itu kesempatan terakhir untuk qadha.

Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan,

وَيؤْخَذ مِنْ حِرْصهَا عَلَى ذلك في شَعْبَان: أَنَّهُ لا يجُوز تَأْخِير الْقَضَاء حَتَّى يدْخُلَ رَمَضَان آخر

Disimpulkan dari semangatnya A’isyah untuk mengqadha puasa di bulan sya’ban, menunjukkan bahwa tidak boleh mengakhirkan qadha puasa ramadhan, hingga masuk ramadhan berikutnya. (Fathul Bari, 4/191).

Bagaimana jika belum diqadha hingga datang ramadhan berikutnya?

Sebagian ulama memberikan rincian berikut,

Pertama, menunda qadha karena udzur, misalnya kelupaan, sakit, hamil, atau udzur lainnya. Dalam kondisi ini, dia hanya berkewajiban qadha tanpa harus membayar kaffarah. Karena dia menunda di luar kemampuannya.

Imam Ibnu Baz rahimahullah pernah ditanya tentang orang yang sakit selama dua tahun. Sehingga utang ramadhan sebelumnya tidak bisa diqadha hingga masuk ramadhan berikutnya.

Jawaban yang beliau sampaikan,

ليس عليها إطعام إذا كان تأخيرها للقضاء بسبب المرض حتى جاء رمضان آخر ، أما إن كانت أخرت ذلك عن تساهل ، فعليها مع القضاء إطعام مسكين عن كل يوم

Dia tidak wajib membayar kaffarah, jika dia mengakhirkan qadha disebabkan sakitnyam hingga datang ramadhan berikutnya. Namun jika dia mengakhirkan qadha karena menganggap remeh, maka dia wajib qadha dan bayar kaffarah dengan memberi makan orang miskin sejumlah hari utang puasanya.

Kedua, sengaja menunda qadha hingga masuk ramadhan berikutnya, tanpa udzur atau karena meremehkan. Ada 3 hukum untuk kasus ini:

Hukum qadha tidak hilang. Artinya tetap wajib qadha, sekalipun sudah melewati ramadhan berikutnya. Ulama sepakat akan hal ini.
Kewajiban bertaubat. Karena orang yang secara sengaja menunda qadha tanpa udzur hingga masuk ramadhan berikutnya, termasuk bentuk menunda kewajiban, dan itu terlarang. Sehingga dia melakukan pelanggaran. Karena itu, dia harus bertaubat.
Apakah dia harus membayar kaffarah atas keterlambatan ini?
Bagian ini yang diperselisihkan ulama.

Pendapat pertama, dia wajib membayar kaffarah, ini adalah pendapat mayoritas ulama.

As-Syaukani menjelaskan,

وقوله صلى الله عليه وسلم: “ويطعم كل يوم مسكينًا”: استدل به وبما ورد في معناه مَن قال: بأنها تلزم الفدية من لم يصم ما فات عليه في رمضان حتى حال عليه رمضان آخر، وهم الجمهور، ورُوي عن جماعة من الصحابة؛ منهم: ابن عمر، وابن عباس، وأبو هريرة. وقال الطحاوي عن يحيى بن أكثم قال: وجدته عن ستة من الصحابة، لا أعلم لهم مخالفًا

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Dia harus membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin”, hadis ini dan hadis semisalnya, dijadikan dalil ulama yang berpendapat bahwa wajib membayar fidyah bagi orang yang belum mengqadha ramadhan, hingga masuk ramadhan berikutnya. Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama, dan pendapat yang diriwayatkan dari beberapa sahabat, diantaranya Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Abu Hurairah.

At-Thahawi menyebutkan riwayat dari Yahya bin Akhtsam, yang mengatakan,

وجدته عن ستة من الصحابة، لا أعلم لهم مخالفًا

Aku jumpai pendapat ini dari 6 sahabat, dan aku tidak mengetahui adanya sahabat lain yang mengingkarinya. (Nailul Authar, 4/278)

Pendapat kedua, dia hanya wajib qadha dan tidak wajib kaffarah. Ini pendapat an-Nakhai, Abu Hanifah, dan para ulama hanafiyah. Dalilnya adalah firman Allah,

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (QS. Al-aqarah: 184)

Dalam ayat ini, Allah tidak menyebutkan fidyah sama sekali, dan hanya menyebutkan qadha.

Imam al-Albani pernah ditanya tentang kewajiban kaffarah bagi orang yang menunda qadha hingga datang ramadhan berikutnya. Jawaban beliau,

هناك قول، ولكن ليس هناك حديث مرفوع

Ada yang berpendapat demikian, namun tidak ada hadis marfu’ (sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) di sana. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Muyassarah, 3/327). Demikian, Allahu a’lam.(akhwatindonesia)

sumber : muslimahcorner.com

Munajat hamba pada Rabb Yang Maha Baik


Surga ini, tak ada yang bisa memasukinya kecuali mereka yang bersih (dari syirik dan dosa-dosa).

Sebagaimana Allah (Yang Mahakuasa) telah berfirman dalam Surat Az-Zumar bahwa para malaikat akan memanggil para penghuni surga, dan mereka akan mengatakan, “Selamat atas kalian, kalian telah menjadi suci, maka masuklah ke dalamnya [syurga] untuk tinggal dan selamanya di sana.”

Dan para ulama telah menafsirkan ayat ini dengan mengatakan: “Kalian telah menjadi suci artinya perkataan kalian telah menjadi suci, dan tingkah laku kalian telah menjadi suci, dan tindakan kalian telah menjadi suci, dan perbuatan kalian yang tampak telah menjadi suci, maka masuklah ke dalam surga dan kekallah di dalamnya.”

Dan bagi orang-orang beriman di dunia ini, dan mereka yang mengatakan tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, tetapi dia memiliki keburukan yang dia lakukan, dia akan disucikan, sehingga dia akan menjadi suci di dunia ini, maka Allah akan memberinya ujian dan kesukaran, yang akan menyucikan dia dari dosa-dosanya, sampai dia berjalan di atas bumi, dengan tidak membawa dosa, sehingga dia memasuki surga, dalam keadaan bersih.

Dan akan ada orang yang dihukum di dalam kubur mereka, sehingga dia akan dihimpit oleh kubur, di mana itu akan menghapus dosa-dosanya. Atau dia akan diadili di kubur, atau pada Hari Keputusan. Atau dia akan dibersihkan di api neraka jahannam (والعياذ بالله), sampai dia memasuki surga dalam keadaan suci. Karena ini tidak pernah mungkin, karena tak satu pun dari kita yang akan bisa memasuki surga dalam keadaan mempunyai dosa walau hanya sebesar biji atom.

Namun Allah Yang Maha Suci dan Maha Mulia karena Dia Suci, karena Dia Maha Suci, Maha Kuasa, Dia akan memanggil hamba-Nya pada Hari Kiamat. Dia membuatnya mengakui dosa-dosanya.

“Bukankah kau telah melakukannya dan melakukan ini dan ini? Bukankah kau telah melakukan itu dan itu?”

Maka dia mengatakan, “Ya, wahai Rabb.”

Maka Allah mengatakan, dan ini semua adalah Kesucian dan Kekuasaan-Nya, lihatlah ini, ini dari Kesucian-Nya. Dia membuatnya megakui dosa-dosa kecilnya, tetapi tidak dengan dosa-dosa besarnya.

Maka Allah mengatakan, “Wahai hamba-Ku, bukanah kau telah melakukannya dan melakukannya?”

Maka dia menjawab, “Ya, wahai Rabb.” Dan dia merasakan rasa bersalah atas dosa-dosa besar-Nya dan dia merasa bersalah atas dosa-dosa besar-Nya. Dia mengetahui apa yang telah dia lakukan.

Lalu Allah berkata, “Wahai hamba, bukankan kau telah melakukanya?”

Dia menjawab, “Ya, wahai Rabb.” “Ya, wahai Rabb.” “Ya, wahai Rabb.”

Lalu Allah akan berkata, “PERGILAH, karena Aku telah menyembunyikannya untukmu di dunia, dan Aku telah mengampuninya untukmu hari ini.”

Maka dia pun memasuki surga, dan dia berkata, “Ya Rabb, masih ada dosa-dosa yang tersisa.”

Karena Allah telah mengatakan, “Pergilah, karena Aku telah menyembunyikannya untukmu hari ini, dan Aku akan mengembaikannya padamu menjadi hadiah.”

Hadiah. Mengapa Dia mengubahnya menjadi hadiah?

Karena Allah Maha Suci, karena Allah, Dia Maha Suci, Maha Kuasa. Karena Dia Maha Suci, maka si hamba akan mengatakan, karena dia tengah berharap dosa-dosa besarnya diampuni sekarang, tapi sepintas lalu dia takut dosa-dosanya besarnya tak akan disembunyikan, jadi dia berkata, “Wahai Rabb-ku, aku masih mempunyai dosa-dosa yang tersisa,”

Maka Allah tersenyum padanya, dan selamatlah orang yang Allah tersenyum kepadanya, karena Dia Maha Suci, Allah berkata, “Wahai hamba-Ku, Aku telah menyembunyikannya untukmu di dunia, dan Aku mengampuninya untukmu hari ini, maka masuklah ke Surga.”

Dia pun memasuki Surga dan mengambil buku catatan amalnya dengan tangan kanannya. Maka dia pergi kepada orang-orang yang berkerumun untuk penghisaban.

Sepintas lalu, dia takut, dosa-dosanya akan ditampakkan, atau dia takut namanya tidak akan disebut. Dia tidak mau seorang pun mengetahui siapa dirinya karena dia mengetahui dosa-dosanya. Dia kemudian akan berkata, “Ini, bacalah buku [catatan amal]ku.”

Ya Allah Yang Maha Suci, Ya Allah Yang Maha Suci, Ya Allah Yang Maha Suci…

Kami memohon pada-Mu akan kasih-Mu,

Dan kami memohon pada-Mu kasih-Mu untuk mereka yang mencintai-Mu,

Dan kami memohon pada-Mu untuk mengasihi setiap tindakan yang membawa kami lebih dekat pada-Mu,

Wahai Allah, Wahai Rabb, Yang Maha Suci…

Luruskan perkataan kami, 
Luruskan niat kami, 
Luruskan tindakan kami, 
Luruskan perbuatan kami, 
Luruskan tingkah laku kami,
Sucikanlah istri kami, anak-anak kami, 
Luruskan rezki kami,
Perbaikilah ketetapan atas kami, jauh dari sebelumnya.

Wahai Yang Maha Suci, akankah Engkau menghukum kami sementara kami mencintai Engkau?

Wahai Allah Yang Maha Suci, aku memohon pada-Mu, memohon cinta-Mu. Dan kami memohon pada Allah, Yang Maha Kuasa untuk mengampuni kami, dan mengangkat kedudukan kami, agar Dia mengampuni orang tua kami, dan semua orang yang mengatakan; aamiin.

Semoga shalawat serta salam tercurah pada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, dan para sahabatnya.

(banan/arrahmah.com)

Doa mohon dikaruniai akhlak mulia dan dijauhkan dari akhlak tercela


Sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwasanya saat melaksanakan sholat tahajud di waktu malam, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam membaca doa istiftah sebagai berikut:

وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنْ الْمُشْرِكِينَ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنْ الْمُسْلِمِينَ. اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَنْتَ رَبِّي وَأَنَا عَبْدُكَ ظَلَمْتُ نَفْسِي وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي ذُنُوبِي جَمِيعًا إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ. وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ. لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

“Aku hadapkan wajahku kepada Dzat yang menciptakan langit dan bumi dengan keadaan lurus dan berserah diri kepada-Nya dan aku bukanlah dari golongan kaum musryik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah karena Allah, Rabb semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya, demikianlah aku diperintah dan aku termasuk golongan orang-orang muslim. Ya Allah, Engkau adalah Raja tidak ada sesembahan yang haq kecuali Engkau. Mahasuci Engkau dan sepenuh pujian kepada-Mu.

Ya Allah, Engkau adalah Rabbku dan aku adalah hamba-Mu. Aku telah menzalimi diriku sendiri dan aku telah mengaku dosaku. Maka ampunilah seluruh dosaku, sebab tidak ada yang bisa mengampuni dosa selain Engkau.

Berilah aku petunjuk kepada akhlak yang paling baik, karena tidak ada yang bisa memberi petunjuk kepada akhlak yang paling baik selain Engkau.

Jauhkanlah aku dari akhlak yang paling buruk, karena tidak ada yang bisa menjauhkan dari akhlak yang paling buruk selain Engkau.

Aku penuhi panggilan-Mu dan aku ikuti perintah-Mu. Seluruh kebaikan berada di tangan-Mu dan keburukan tidak dinisbahkan kepada-Mu.

Aku mendapat taufik karena-Mu dan aku bersandar kepada-Mu.

Maha Suci dan Maha Tinggi Engkau. Aku meminta ampunan-Mu dan aku bertaubat kepada-Mu.” (HR. Muslim no. 771, Abu Daud no. 760, Tirmidzi no. 3421, dan An-Nasai no. 897)

(muhib al majdi/arrahmah.com)

Doa-doa seputar hujan


Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ada seseorang (Arab badui) masuk ke dalam masjid pada hari Jum’at dari arah pintu yang mengarah kepada mimbar. Pada saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam sedang berdiri di mimbar dan menyampaikan khutbah.

Orang itu berdiri dan menghadapkan wajahnya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam, lalu berkata: “Wahai Rasulullah, binatang ternak telah mati dan jalan-jalan penghidupan telah terputus, maka berdoalah kepada Allah agar menurunkan hujan kepada kami.”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam mengangkat kedua tangannya dan berdoa:


«اللَّهُمَّ اسْقِنَا، اللَّهُمَّ اسْقِنَا، اللَّهُمَّ اسْقِنَا»

“Ya Allah, berilah kami hujan! Ya Allah, berilah kami hujan! Ya Allah, berilah kami hujan!”

Dalam lafal lain:

«اللَّهُمَّ أَغِثْنَا، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا»

“Ya Allah, berilah kami hujan! Ya Allah, berilah kami hujan! Ya Allah, berilah kami hujan!”

Anas bin Malik berkata: “Demi Allah, sebelum itu kami tidak melihat di langit awan yang berkumpul maupun awan yang terserak-serak, tidak juga tanda-tanda lainnya (suara guntur atau angin kencang, pent). Antara kami dengan bukit Sala’ juga tidak ada rumah dan gubuk (yang menghalangi kami dari melihat tanda-tanda hujan di langit, pent). Tiba-tiba dari arah belakang bukit Sala’ muncul awan tebal bagaikan perisai. Ketika awan itu telah berada di tengah langit, tiba-tiba ia berserak-serak, kemudian turun hujan yang sangat lebat. Demi Allah, selama enam hari penuh, kami tidak melihat matahari (selalu berawan tebal dan hujan deras, pent).

Pada hari Jum’at berikutnya kembali ada seorang laki-laki yang memasuki masjid dari arah pintu yang sama. Saat itu Rasulullah shallallahu ‘alahi wa salam sedang berdiri di atas mimbar dan menyampaikan khutbah. Sambil berdiri, orang itu menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam dan berkata: “Wahai Rasulullah, harta benda telah binasa dan jalan-jalan telah terputus (akibat hujan deras dan banjir selama tujuha hari, pent), maka berdoalah kepada Allah agar menahan hujan!”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam mengangkat kedua tangannya dan berdoa:



«اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا، اللَّهُمَّ عَلَى الآكَامِ وَالظِّرَابِ، وَبُطُونِ الأَوْدِيَةِ، وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ»

“Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan atas kami! Ya Allah, turunkanlah hujan pada dataran tinggi, perbukitan, perut-perut lembah dan tempat-tempat tumbuhnya tanaman.”

Dalam riwayat lain dengan lafal:


«اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا، وَلاَ عَلَيْنَا، اللَّهُمَّ عَلَى الآكَامِ وَالجِبَالِ وَالآجَامِ وَالظِّرَابِ وَالأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ»

“Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan atas kami! Ya Allah, turunkanlah hujan pada dataran tinggi, pegunungan, perbukitan, lembah-lembah dan tempat-tempat tumbuhnya tanaman.”

Maka hujan pun berhenti. Kami berjalan-jalan di bawah terik sinar matahari.” (HR. Bukhari no. 1013, 1014 dan Muslim no. 897)

Doa meminta hujan

«اللَّهُمَّ اسْقِنَا، اللَّهُمَّ اسْقِنَا، اللَّهُمَّ اسْقِنَا»

“Ya Allah, berilah kami hujan! Ya Allah, berilah kami hujan! Ya Allah, berilah kami hujan!” (HR. Bukhari no. 1013 dan Muslim no. 897)


«اللَّهُمَّ أَغِثْنَا، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا»

“Ya Allah, berilah kami hujan! Ya Allah, berilah kami hujan! Ya Allah, berilah kami hujan!” (HR. Bukhari no. 1014 dan Muslim no. 897)


Doa saat melihat hujan

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam jika melihat hujan maka beliau membaca doa:


اللهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا

“Ya Allah, jadikanlah ia hujan yang membawa manfaat.” (HR. Abu Daud no. 5099, An-Nasai no. 1523, Ahmad no. 24144, dan Ibnu Hibban no. 993 dengan lafal Ahmad)



«اللهُمَّ صَيِّبًا هَنِيئًا»



“Ya Allah, jadikanlah ia hujan yang tenang.” (HR. Ahmad no. 24589, An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubra no. 10687, Ibnu Majah no. 3890, Al-Baihaqi no. 6466)


Doa saat melihat hujan deras yang membawa bahay


«اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا، اللَّهُمَّ عَلَى الآكَامِ وَالظِّرَابِ، وَبُطُونِ الأَوْدِيَةِ، وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ»

“Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan atas kami! Ya Allah, turunkanlah hujan pada dataran tinggi, perbukitan, perut-perut lembah dan tempat-tempat tumbuhnya tanaman.” (HR. Bukhari no. 1013, 1014 dan Muslim no. 897)



«اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا، وَلاَ عَلَيْنَا، اللَّهُمَّ عَلَى الآكَامِ وَالجِبَالِ وَالآجَامِ وَالظِّرَابِ وَالأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ»

“Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan atas kami! Ya Allah, turunkanlah hujan pada dataran tinggi, pegunungan, perbukitan, lembah-lembah dan tempat-tempat tumbuhnya tanaman.” (HR. Bukhari no. 1013, 1014 dan Muslim no. 897)


Doa setelah selesai hujan


مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ

“Kita telah diberi hujan dengan karunia dan rahmat Allah semata.” (HR. Bukhari no. 847 dan Muslim no. 71)

Do'a agar dijauhkan dari teman penipu


Allahumma inni a’udzu biKa min khaliilin maakir, ‘aynaahu tarayaani wa qalbuhu yar’aani, in ra-aa hasanatan dafanaha, wa in ra-aa sayyi-atan adzaa-‘ah

« اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ خَلِيلٍ مَاكِرٍ ، عَيْنَاهُ تَرَيَانِي وَقَلْبُهُ يَرْعَانِي ، إِنْ رَأى حَسَنَةً دَفَنَهَا ، وَإِنْ رَأى سَيِّئَةً أَذَاعَهَا » .

Artinya:

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari teman dekat yang suka menipu, matanya melihatku, tetapi hatinya mencurigai aku. Jika ia melihat kebaikanku, ia sembunyikan. Tetapi jika ia melihat kejelekanku, ia sebarkan.”

[HR. Ibnu Najjar dari Sa’id Al-Maqburi, hadits mursal]

Do'a agar senantiasa sabar menerima cobaan


Allahummaj-‘alnii syakuuran, waj-‘alnii shabuuran, waj-‘alnii fii ‘ainii shaghii-ran, wafii a’yunin-naasi kabiiran”
« اللهمّ اجْعَلْنِي شَكُوراً ، وَاجْعَلْنِي صَبُوراً ، وَاجْعَلْنِي فِي عَيْنِي صَغِيراً ، وَفِي أَعْيُنِ النَّاسِ كَبِيراً » .
Artinya:
“Ya Allah, jadikanlah aku orang yang pandai bersyukur kepada-Mu, sabar menerima cobaan-Mu. Ya Allah, jadikanlah aku kecil dalam pandanganku sendiri, tetapi besar dalam pandangan orang lain.”
[HR. Al-Bazzar dari Buraidah]

Awas, Daftar 7 Orang yang Tidak Akan Mencium Bau Surga


Surga adalah kenikmatan yang luar biasa. Baunya saja bisa tercium dari jarak 70 tahun perjalanan. Namun, ada orang-orang yang jangankan masuk surga, mencium bau surgasaja tidak bisa. Berikut Ulasan Dari Keluargacinta.com Siapakah mereka? Inilah hadits-hadits yang menerangkannya:

1. ORANG YANG SOMBONG

Orang yang sombong, ia tidak bisa masuk surga. Juga tidak bisa mencium bau surga. Bahkan, sekalipun kesombongannya sangat kecil, sebesar biji dzarrah.
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ مَا مِنْ رَجُلٍ يَمُوتُ حِينَ يَمُوتُ وَفِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ مِنْ كِبْرٍ تَحِلُّ لَهُ الْجَنَّةُ أَنْ يَرِيحَ رِيحَهَا وَلاَ يَرَاهَا. فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ قُرَيْشٍ يُقَالُ لَهُ أَبُو رَيْحَانَةَ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّ الْجَمَالَ وَأَشْتَهِيهِ حَتَّى إِنِّى لأَحِبُّهُ فِى عَلاَقَةِ سَوْطِى وَفِى شِرَاكِ نَعْلِى قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَيْسَ ذَاكَ الْكِبَرُ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ وَلَكِنَّ الْكِبْرَ مَنْ سَفِهَ الْحَقَّ وَغَمَصَ النَّاسَ بِعَينَيْهِ
Dari Uqbah bin Amir, bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seorang laki-laki meninggal dunia, dan ketika ia meninggal di dalam hatinya terdapat sebiji sawi dari sifat sombong, akan halal baginya mencium bau surga atau melihatnya.” Lalu seorang laki-laki dari suku Quraisy yang bernama Abu Raihanah berkata, “Demi Allah wahai Rasulullah, saya benar-benar menyukai keelokan dan menggemarinya hingga pada gantungan cemetiku dan juga pada tali sandalku!” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Itu tidaklah termasuk kesombongan, sesungguhnya Allah ‘azza wajalla itu Indah dan menyukai keindahan. Akan tetapi sombong itu adalah siapa yang menolak kebenaran dan meremehkan manusia dengan kedua matanya.” (HR. Ahmad)

2. ORANG YANG MENCARI ILMU AKHIRAT UNTUK TUJUAN DUNIAWI

Islam memerintahkan umatnya untuk menuntut ilmu, terutama ilmu akhirat. Menuntut ilmu akhirat ini dalam salah satu hadits juga disebut fi sabilillah. Namun, jika ilmu akhirat dicari dengan tujuan duniawi, maka orang tersebut terancam tidak bisa mencium bau surga.
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ لَا يَتَعَلَّمُهُ إِلَّا لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنْ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَعْنِي رِيحَهَا
“Barangsiapa menuntut ilmu yang seharusnya untuk Allah, namun ia tidak menuntutnya kecuali untuk mencari dunia, maka pada hari kiamat ia tidak akan mendapatkan bau surga.” (HR. Ibnu Majah, Abu Daud dan Ahmad; shahih)

3. MENISBATKAN NASAB BUKAN KEPADA AYAHNYA

Nasab merupakan salah satu hal yang dijaga oleh Islam. Orang yang mengaku sebagai anak orang lain yang bukan ayahnya, ia juga mendapat ancaman tidak bisa mencium bau surga. Karenanya Islam melarang umatnya menisbatkan nama kepada nama orang tua angkat.
مَنْ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ قَدْرِ سَبْعِينَ عَامًا أَوْ مَسِيرَةِ سَبْعِينَ عَامًا قَالَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
“Barangsiapa mengaku keturunan dari orang lain yang bukan ayahnya sendiri tidak akan mendapatkan bau surga. Padahal bau surga telah tercium pada jarak tujuh puluh tahun, atau tujuh puluh tahun perjalanan.” (HR. Ahmad; shahih)

4. WANITA YANG BERPAKAIAN TAPI TELANJANG

Jika orang yang sombong dan orang yang menisbatkan nasabnya kepada selain ayah pernah dijumpai di zaman Rasulullah, kelompok wanita yang berpakaian tapi telanjang ini tidak pernah dijumpai beliau. Namun, mereka pasti akan ada sebagai kelompok yang tidak bisa mencium bau surga. Dan kini, sabda beliau terbukti. Banyak wanita yang model demikian di zaman sekarang.
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Dua golongan penghuni neraka yang belum pernah aku lihat; kaum membawa cambuk seperti ekor sapi, dengannya ia memukuli orang dan wanita-wanita yang berpakaian (tapi) telanjang, mereka berlenggak-lenggok dan condong (dari ketaatan), rambut mereka seperti punuk unta yang miring, mereka tidak masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan sejauh ini dan ini.” (HR. Muslim) (duniaislam.org)

Dahsyatnya Berdoa Saat Sahur


“Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.” (HR. Tirmidzi no. 3479, dari Abu Hurairah)

SDahsyatnya Berdoa di Waktu Sahurahabat Dunia Islam, Dahsyatnya Berdoa di Waktu Sahur, pernahkah memiliki permintaan yang belum juga terkabul? Entah itu berkenaan dengan pintu rezeki, keturunan, atau hajat hidup yang ingin sekali dicapai?

Jika ada, cobalah konsisten memanjatkan doa di waktu sahur, karena di waktu inilah Allah akan mengabulkan doa-doa, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:

“Rabb kita turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang akhir pada setiap malamnya. Kemudian berfirman: ‘Orang yang berdoa kepada-Ku akan Ku kabulkan, orang yang meminta sesuatu kepada-Ku akan Kuberikan, orang yang meminta ampunan dari-Ku akan Kuampuni‘” (HR. Bukhari no.1145, Muslim no. 758)

Jelas sudah, bahwa selain menikmati hidangan sahur seharusnya kita menyempatkan waktu khusus di waktu istimewa ini untuk berdoa dan memanjatkan berbagai permintaan. Sesungguhnya Allah menyukai hamba yang meminta pada-Nya.

“Pada hadits terdapat dalil bahwa Allah mencintai hamba-Nya yang meminta kepada-Nya semua mashlahat agam dan dunia berupa makanan, minuman, pakaian dan lain-lain sebagai mana mereka meminta hidayah dan ampunan. Dalam hadist, ‘hendaklah setiap kalian meminta kepada Rabbnya semua kebutuhan, sampai-sampai ketika tali sandalnya lepas’.” (Jami’ Al-‘ulum wal hikam 2/48, Mu’assasah Risalah, Beirut, , cet. VII,1422 H, syamilah)

Bersungguh-sungguh dalam berdoa di waktu sahur, itu lah salah satu keutaman waktu sahur semoga Allah mengabulkan segala doa yang berisi kebaikan untuk dunia dan akhirat kita.

Sumber : Ummi-online.com

Bahayanya Menunda Mandi Junub, Ini Ancamannya


Sering kali orang menunda mandi junub tanpa alasan. Misalnya pasangan suami istri yang telah menyelesaikan hajatnya. Mereka langsung tidur begitu saja.

Dalam kitab Shahih At Targhib wa At Tarhib, ada satu bab khusus berjudul “Ancaman Menunda Mandi (Junub) Tanpa Alasan”

Di bawah bab itu dicantumkan dua buah hadits shahih yang berisi ancaman menunda mandi junub tanpa alasan. Apa ancamannya? Orang yang menunda mandi junub tidak akan didekati oleh malaikat rahmat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ثَلَاثَةٌ لَا تَقْرَبُهُمُ الْمَلَائِكَةُ الْجُنُبُ وَالسَّكْرَانُ وَالْمُتَضَمِّخُ بِالْخَلُوْقِ

“Tiga orang yang tidak didekati oleh malaikat (rahmat): orang junub, orang mabuk dan orang yang berlumuran minyak wangi khaluq.” (HR. Al Bazzar; shahih)

Dijelaskan oleh Al Hafizh bahwa yang dimaksud dengan malaikat pada hadits ini adalah malaikat yang turun membawa rahmat dan berkah, bukan malaikat hafazhah (yang mengawasi) karena mereka selalu bersama manusia dalam kondisi apapun.

Jadi, bagi orang yang menunda mandi junub tanpa alasan –misalnya karena malas atau menyepelekan- maka ia tidak didekati oleh malaikat rahmat. Lalu apakah seseorang harus segera mandi junub begitu ia selesai berhubungan? Rasulullah mencontohkan, setelah menunaikan hajat bersama istrinya kadang beliau langsung mandi junub kadang tidak langsung mandi junub. Ketika beliau tidak bisa langsung mandi junub, maka beliau berwudhu dulu sebelum tidur.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي قَيْسٍ قَالَ سَأَلْتُ عَائِشَةَ عَنْ وِتْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ الْحَدِيثَ قُلْتُ كَيْفَ كَانَ يَصْنَعُ فِي الْجَنَابَةِ أَكَانَ يَغْتَسِلُ قَبْلَ أَنْ يَنَامَ أَمْ يَنَامُ قَبْلَ أَنْ يَغْتَسِلَ قَالَتْ كُلُّ ذَلِكَ قَدْ كَانَ يَفْعَلُ رُبَّمَا اغْتَسَلَ فَنَامَ وَرُبَّمَا تَوَضَّأَ فَنَامَ قُلْتُ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَعَلَ فِي الْأَمْرِ سَعَةً

Dari Abdullah bin Abi Qais ia berkata, “Saya bertanya kepada Aisyah tentang witir Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu dia menyebutkan suatu hadits. Aku bertanya lagi, ‘Bagaimana yang beliau perbuat ketika dalam keadaan junub, apakah beliau harus mandi sebelum tidur atau tidur tanpa mandi? ‘ Aisyah menjawab, ‘Sungguh semuanya telah dilakukan beliau, kadang beliau mandi lalu tidur, kadang beliau berwudhu lalu tidur.’ Aku berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang menciptakan dalam perkara tersebut suatu keleluasaan’.” (HR. Muslim)

Hadits lain dalam bab ancaman menunda mandi (junub) tanpa alasan memperjelas bahwa yang terkena ancaman tidak didekati malaikat rahmat adalah menunda mandi junub tanpa berwudhu.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ثَلاَثَةٌ لاَ تَقْرَبُهُمُ الْمَلاَئِكَةُ جِيفَةُ الْكَافِرِ وَالْمُتَضَمِّخُ بِالْخَلُوقِ وَالْجُنُبُ إِلاَّ أَنْ يَتَوَضَّأَ

“Tiga orang yang tidak didekati oleh malaikat: bangkai orang kafir, orang yang berlumuran minyak wangi khaluq dan orang junub kecuali jika ia berwudhu” (HR. Abu Dawud; shahih)

Adapun yang dimaksud dengan minyak wangi khaluq adalah minyak wangi kombinasi za’faran dan lainnya, didominasi oleh warna merah dan kuning.(bersamadakwah)