Awas Bahaya Bicara Agama Tanpa Ilmu



Memahami ilmu agama merupakan kewajiban atas setiap muslim dan muslimah. Rasulullah sholallohu ‘alaihi wassallam bersabda:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Menuntut ilmu merupakan kewajiban atas setiap muslim. [HR. Ibnu Majah no:224, dan lainnya dari Anas bin Malik. Dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani]

Dan agama adalah apa yang telah difirmankan oleh Alloh di dalam kitabNya, Al-Qur’anul Karim, dan disabdakan oleh RosulNya di dalam Sunnahnya. Oleh karena itulah termasuk kesalahan yang sangat berbahaya adalah berbicara masalah agama tanpa ilmu dari Alloh dan RosulNya.
Sebagai nasehat sesama umat Islam, di sini kami sampaikan di antara bahaya berbicara masalah agama tanpa ilmu:

1.Hal itu merupakan perkara tertinggi yang diharamkan oleh Allah.

Alloh Ta’ala berfirman:

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَاْلإِثْمَ وَالْبَغْىَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُوا بِاللهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ

Katakanlah: “Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu ketahui (berbicara tentang Allah tanpa ilmu)” (Al-A’raf:33)

Syeikh Abdul Aziz bin Abdulloh bin Baaz rohimahulloh berkata: “Berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk perkara terbesar yang diharamkan oleh Allah, bahkan hal itu disebutkan lebih tinggi daripada kedudukan syirik. Karena di dalam ayat tersebut Alloh mengurutkan perkara-perkara yang diharamkan mulai yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
Dan berbicara tentang Alloh tanpa ilmu meliputi: berbicara (tanpa ilmu) tentang hukum-hukumNya, syari’atNya, dan agamaNya. Termasuk berbicara tentang nama-namaNya dan sifat-sifatNya, yang hal ini lebih besar daripada berbicara (tanpa ilmu) tentang syari’atNya, dan agamaNya.” [Catatan kaki kitab At-Tanbihat Al-Lathifah ‘Ala Ma Ihtawat ‘alaihi Al-‘aqidah Al-Wasithiyah, hal: 34, tahqiq Syeikh Ali bin Hasan, penerbit:Dar Ibnil Qayyim]

2. Berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk dusta atas (nama) Allah.

Allah Ta’ala berfirman:

وَلاَ تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلاَلٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِّتَفْتَرُوا عَلَى اللهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللهِ الْكَذِبَ لاَ يُفْلِحُونَ

Dan janganlah kamu mengatakan terhadapa apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (QS. An-Nahl (16): 116)

3.Berbicara tentang Allah tanpa ilmu merupakan kesesatan dan menyesatkan orang lain.

Rasulullah sholallohu ‘alaihi wassallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا

Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dari hamba-hambaNya sekaligus, tetapi Dia akan mencabut ilmu dengan mematikan para ulama’. Sehingga ketika Allah tidak menyisakan seorang ‘alim-pun, orang-orang-pun mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh. Lalu para pemimpin itu ditanya, kemudian mereka berfatwa tanpa ilmu, sehingga mereka menjadi sesat dan menyesatkan orang lain. (HSR. Bukhari no:100, Muslim, dan lainnya)

Hadits ini menunjukkan bahwa “Barangsiapa tidak berilmu dan menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya dengan tanpa ilmu, dan mengqias (membandingkan) dengan akalnya, sehingga mengharamkan apa yang Alloh halalkan dengan kebodohan, dan menghalalkan apa yang Allah haramkan dengan tanpa dia ketahui, maka inilah orang yang mengqias dengan akalnya, sehingga dia sesat dan menyesatkan. (Shahih Jami’il Ilmi Wa Fadhlihi, hal: 415, karya Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr, diringkas oleh Syeikh Abul Asybal Az-Zuhairi)

4.Berbicara tentang Allah tanpa ilmu merupakan sikap mengikuti hawa-nafsu.

Imam Ali bin Abil ‘Izzi Al-Hanafi rohimahulloh berkata: “Barangsiapa berbicara tanpa ilmu, maka sesungguhnya dia hanyalah mengikuti hawa-nafsunya, dan Allah telah berfirman:

وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللهِ

Dan siapakah yang lebih sesat dari pada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun (Al-Qashshash:50)” (Kitab Minhah Ilahiyah Fii Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah, hal: 393)

5.Berbicara tentang Allah tanpa ilmu merupakan sikap mendahului Allah dan RasulNya.

Allah berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ سَمِيعٌ عَلِيمُُ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Hujuraat: 1)

Syeikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rohimahulloh berkata: “Ayat ini memuat adab terhadap Alloh dan RosulNya, juga pengagungan, penghormatan, dan pemuliaan kepadanya. Alloh telah memerintahkan kepada para hambaNya yang beriman, dengan konsekwensi keimanan terhadap Alloh dan RosulNya, yaitu: menjalankan perintah-perintah Alloh dan menjauhi larangan-laranganNya. Dan agar mereka selalu berjalan mengikuti perintah Alloh dan Sunnah RosulNya di dalam seluruh perkara mereka. Dan agar mereka tidak mendahului Alloh dan RosulNya, sehingga janganlah mereka berkata, sampai Alloh berkata, dan janganlah mereka memerintah, sampai Alloh memerintah”. (Taisir Karimir Rahman, surat Al-Hujurat:1)

6.Orang yang berbicara tentang Allah tanpa ilmu menanggung dosa-dosa orang-orang yang dia sesatkan.

Orang yang berbicara tentang Allah tanpa ilmu adalah orang sesat dan mengajak kepada kesesatan, oleh karena itu dia menanggung dosa-dosa orang-orang yang telah dia sesatkan. Rasulullah sholallohu ‘alaihi wassallam:

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ اْلإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

Barangsiapa menyeru kepada petunjuk, maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa sebagaimana dosa-dosa orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi dosa mereka sedikitpun. (HSR. Muslim no:2674, dari Abu Hurairah)

7.Berbicara tentang Allah tanpa ilmu akan dimintai tanggung-jawab.

Allah Ta’ala berfirman:

وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلاَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya. (QS. Al-Isra’ : 36)
Setelah menyebutkan pendapat para Salaf tentang ayat ini, imam Ibnu Katsir rohimahulloh berkata: “Kesimpulan penjelasan yang mereka sebutkan adalah: bahwa Alloh Ta’ala melarang berbicara tanpa ilmu, yaitu (berbicara) hanya dengan persangkaan yang merupakan perkiraan dan khayalan.” (Tafsir Al-Qur’anul Azhim, surat Al-Isra’:36)

8.Orang yang berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan.

Syeikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami menyatakan: “Fashal: Tentang Haramnya berbicara tentang Allah tanpa ilmu, dan haramnya berfatwa tentang agama Allah dengan apa yang menyelisihi nash-nash”. Kemudian beliau membawakan sejumlah ayat Al-Qur’an, di antaranya adalah firman Allah di bawah ini:

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ اللهُ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. 5:44)

9.Berbicara agama tanpa ilmu menyelisihi jalan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.

Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rohimahulloh menyatakan di dalam aqidah Thahawiyahnya yang masyhur: “Dan kami berkata: “Wallahu A’lam (Allah Yang Mengetahui)”, terhadap perkara-perkara yang ilmunya samar bagi kami”. [Minhah Ilahiyah Fii Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah, hal: 393]

10.Berbicara agama tanpa ilmu merupakan perintah syaithan.

Allah berfirman:

إِنَّمَا يَأْمُرُكُم بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَآءِ وَأَن تَقُولُوا عَلَى اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ

Sesungguhnya syaithan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan kepada Allah apa yang tidak kamu ketahui. (QS. 2:169)

Keterangan ini kami akhiri dengan nasehat: barangsiapa yang ingin bebicara masalah agama hendaklah dia belajar lebih dahulu. Kemudian hendaklah dia hanya berbicara berdasarkan ilmu. Wallohu a’lam bish showwab. Al-hamdulillah Rabbil ‘alamin.

Penulis: Ustadz Abu Isma’il Muslim Al-Atsari

Artikel www.muslim.or.id

Cara Islam Memandang Harta Dan Kekayaan


Imam As-Syafii rahimahullah berkata :

إِذَا مَا كُنْتَ ذَا قَلْبٍ قَنُوْعٍ ….. فَأَنْتَ وَمَالِكُ الدُّنْيَا سَوَاءُ

Jika engkau memiliki hati yang selalu qona’ah …

maka sesungguhnya engkau sama seperti raja dunia

Sekitar tujuh tahun yang lalu saya berkunjung di kamar seorang teman saya di Universitas Madinah yang berasal dari negara Libia, dan kamar tersebut dihuni oleh tiga mahasiswa yang saling dibatasi dengan sitar (kain) sehingga membagi kamar tersebut menjadi tiga petak ruangan kecil berukuran sekitar dua kali tiga meter. Ternyata… ia sekamar dengan seorang mahasiswa yang berasal dari negeri China yang bernama Ahmad. Beberapa kali aku dapati ternyata Ahmad sering dikunjungi teman-temannya para mahasiswa yang lain yang juga berasal dari China. Rupanya mereka sering makan bersama di kamar Ahmad, sementara Ahmad tetap setia memasakkan makanan buat mereka. Akupun tertarik melihat sikap Ahmad yang penuh rendah diri melayani teman-temannya dengan wajah yang penuh senyum semerbak. Ahmad adalah seorang mahasiswa yang telah berkeluarga dan telah dianugerahi seorang anak. Akan tetapi jauhnya ia dari istri dan anaknya tidaklah menjadikan ia selalu dipenuhi kesedihan…, hal ini berbeda dengan kondisi sebagian mahasiswa yang selalu bersedih hati karena memikirkan anak dan istrinya yang jauh ia tinggalkan.

Suatu saat akupun menginap di kamar temanku tersebut, maka aku dapati ternyata Ahmad bangun sebelum sholat subuh dan melaksanakan sholat witir, entah berapa rakaat ia sholat. Tatkala ia hendak berangkat ke mesjid maka akupun menghampirinya dan bertanya kepadanya, “Wahai akhi Ahmad, aku lihat engkau senantiasa ceria dan tersenyum, ada apakah gerangan”, Maka Ahmadpun dengan serta merta berkata dengan polos, “Wahai akhi… sesungguhnya Imam As-Syafi’i pernah berkata bahwa jika hatimu penuh dengan rasa qonaa’h maka sesungguhnya engkau dan seorang raja di dunia ini sama saja”.

Aku pun tercengang… sungguh perkataan yang indah dari Imam As-Syafii… rupanya inilah rahasia kenapa Ahmad senantiasa tersenyum.

Para pembaca yang budiman Qona’ah dalam bahasa kita adalah “nerimo” dengan apa yang ada. Yaitu sifat menerima semua keputusan Allah. Jika kita senantiasa merasa nerima dengan apa yang Allah tentukan buat kita, bahkan kita senantiasa merasa cukup, maka sesungguhnya apa bedanya kita dengan raja dunia. Kepuasan yang diperoleh sang raja dengan banyaknya harta juga kita peroleh dengan harta yang sedikit akan tetapi dengan hati yang qona’ah.

Bahkan bagitu banyak raja yang kaya raya ternyata tidak menemukan kepuasan dengan harta yang berlimpah ruah… oleh karenanya sebenarnya kita katakan “Jika Anda memiliki hati yang senantiasa qona’ah maka sesungguhnya Anda lebih baik dari seorang raja di dunia”.

Kalimat qona’ah merupakan perkataan yang ringan di lisan akan tetapi mengandung makna yang begitu dalam. Sungguh Imam As-Syafi’i tatkala mengucapkan bait sya’ir diatas sungguh-sungguh dibangun di atas ilmu yang kokoh dan dalam.

Seseorang yang qona’ah dan senantiasa menerima dengan semua keputusan Allah menunjukkan bahwa ia benar-benar mengimani taqdir Allah yang merupakan salah satu dari enam rukun Iman.

Ibnu Batthool berkata

وَغِنَى النَّفْسِ هُوَ بَابُ الرِّضَا بِقَضَاءِ اللهِ تَعَالىَ وَالتَّسْلِيْم لأَمْرِهِ، عَلِمَ أَنَّ مَا عِنْدَ اللهِ خَيْرٌ للأَبْرَارِ، وَفِى قَضَائِهِ لأوْلِيَائِهِ الأَخْيَارِ

“Dan kaya jiwa (qona’ah) merupakan pintu keridhoan atas keputusan Allah dan menerima (pasrah) terhadap ketetapanNya, ia mengetahui bahwasanya apa yang di sisi Allah lebih baik bagi orang-orang yang baik, dan pada ketetapan Allah lebih baik bagi wali-wali Allah yang baik” (Syarh shahih Al-Bukhari)

Orang yang qona’ah benar-benar telah mengumpulkan banyak amalan-amalan hati yang sangat tinggi nilainya. Ia senantiasa berhusnudzon kepada Allah, bahwasanya apa yang Allah tetapkan baginya itulah yang terbaik baginya. Ia bertawakkal kepada Allah dengan menyerahkan segala urusannya kepada Allah, sedikitnya harta di tangannya tetap menjadikannya bertawakkal kepada Allah, ia lebih percaya dengan janji Allah daripada kemolekan dunia yang menyala di hadapan matanya.

Al-Hasan Al-Bashri pernah berkata ;

إِنَّ مِنْ ضَعْفِ يَقِيْنِكَ أَنْ تَكُوْنَ بِمَا فِي يَدِكَ أَوْثَقُ مِنْكَ بِمَا فِي يَدِ اللهِ

“Sesungguhnya di antara lemahnya imanmu engkau lebih percaya kepada harta yang ada di tanganmu dari pada apa yang ada di sisi Allah” (Jami’ul ‘Uluum wal hikam 2/147)

Orang yang qona’ah tidak terpedaya dengan harta dunia yang mengkilau, dan ia tidak hasad kepada orang-orang yang telah diberikan Allah harta yang berlimpah. Ia qona’ah… ia menerima semua keputusan dan ketetapan Allah. Bagaimana orang yang sifatnya seperti ini tidak akan bahagia..???!!!

Allah berfirman,

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (An-Nahl : 97)

Ali bin Abi Tholib radhiallahu ‘anhu dan Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata :الحَيَاةُ الطَّيِّبَةُ الْقَنَاعَةُ Kehidupan yang baik adalah qona’ah (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir At-Thobari dalam tafsirnya 17/290)

Renungkanlah bagaimana kehidupan orang yang paling bahagia yaitu Nabi kita shallallahu ‘alahi wa sallam…sebagaimana dituturkan oleh Aisyah radhiallahu ‘anhaa,

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ لِعُرْوَةَ ابْنَ أُخْتِي إِنْ كُنَّا لَنَنْظُرُ إِلَى الْهِلَالِ ثُمَّ الْهِلَالِ ثَلَاثَةَ أَهِلَّةٍ فِي شَهْرَيْنِ وَمَا أُوقِدَتْ فِي أَبْيَاتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَارٌ فَقُلْتُ يَا خَالَةُ مَا كَانَ يُعِيشُكُمْ قَالَتْ الْأَسْوَدَانِ التَّمْرُ وَالْمَاءُ إِلَّا أَنَّهُ قَدْ كَانَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جِيرَانٌ مِنْ الْأَنْصَارِ كَانَتْ لَهُمْ مَنَائِحُ وَكَانُوا يَمْنَحُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَلْبَانِهِمْ فَيَسْقِينَا

Aisyah berkata kepada ‘Urwah, “Wahai putra saudariku, sungguh kita dahulu melihat hilal kemudian kita melihat hilal (berikutnya) hingga tiga hilal selama dua bulan, akan tetapi sama sekali tidak dinyalakan api di rumah-rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”. Maka aku (Urwah) berkata, “Wahai bibiku, apakah makanan kalian?”, Aisyah berkata, “Kurma dan air”, hanya saja Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki tetangga dari kaum Anshoor, mereka memiliki onta-onta (atau kambing-kambing) betina yang mereka pinjamkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk diperah susunya, maka Rasulullahpun memberi susu kepada kami dari onta-onta tersebut” (HR Al-Bukhari no 2567 dan Muslim no 2972)

Dua bulan berlalu di rumah Rasulullah akan tetapi tidak ada yang bisa dimasak sama sekali di rumah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Makanan beliau hanyalah kurma dan air.

Rumah beliau sangatlah sempit sekitar 3,5 kali 5 meter dan sangat sederhana. ‘Athoo’ Al-Khurosaani rahimahullah berkata : “Aku melihat rumah-rumah istri-istri Nabi terbuat dari pelepah korma, dan di pintu-pintunya ada tenunan serabut-serabut hitam. Aku menghadiri tulisan (keputusan) Al-Waliid bin Abdil Malik (khalifah tatkala itu) dibaca yang memerintahkan agar rumah istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dimasukan dalam areal mesjid Rasululullah. Maka aku tidak pernah melihat orang-orang menangis sebagaimana tangisan mereka tatkala itu (karena rumah-rumah tersebut akan dipugar dan dimasukan dalam areal mesjid-pen). Aku mendengar Sa’iid bin Al-Musayyib berkata pada hari itu,

واللهِ لَوَدِدْتُ أَنَّهُمْ تَرَكُوْهَا عَلَى حَالِهَا يَنْشَأُ نَاشِيءٌ مِنْ أَهْلِ الْمَدِيْنَةِ وَيَقْدُمُ الْقَادِمُ مِنَ الأُفُقِ فَيَرَى مَا اكْتَفَى بِهِ رَسُوْلُ اللهِ فِي حَيَاتِهِ فَيَكُوْنُ ذَلِكَ مِمَّا يُزَهِّدُ النَّاسَ فِي التَّكَاثُرِ وَالتَّفَاخُرِ

“Sungguh demi Allah aku sangat berharap mereka membiarkan rumah-rumah Rasulullah sebagaimana kondisinya, agar jika muncul generasi baru dari penduduk Madinah dan jika datang orang-orang dari jauh ke kota Madinah maka mereka akan melihat bagaimana kehidupan Rasulullah. Hal ini akan menjadikan orang-orang mengurangi sikap saling berlomba-lomba dalam mengumpulkan harta dan sikap saling bangga-banggaan” (At-Tobaqoot Al-Kubroo li Ibn Sa’ad 1/499)

Orang-orang mungkin mencibirkan mulut tatkala memandang seorang yang qona’ah yang berpenampilan orang miskin.., karena memang ia adalah seorang yang miskin harta. Akan tetapi sungguh kebahagiaan telah memenuhi hatinya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

“Bukanlah kekayaan dengan banyaknya harta benda, akan tetapi kekayaan yang haqiqi adalah kaya jiwa (hati)” (HR Al-Bukhari no 6446 dan Muslim no 1050)

Ibnu Battool rahimahullah berkata, “Karena banyak orang yang dilapangkan hartanya oleh Allah ternyata jiwanya miskin, ia tidak nerimo dengan apa yang Allah berikan kepadanya, maka ia senantiasa berusaha untuk mencari tambahan harta, ia tidak perduli dari mana harta tersebut, maka seakan-akan ia adalah orang yang kekurangan harta karena semangatnya dan tamaknya untuk mengumpul-ngumpul harta. Sesungguhnya hakekat kekayaan adalah kayanya jiwa, yaitu jiwa seseorang yang merasa cukup (nerimo) dengan sedikit harta dan tidak bersemangat untuk menambah-nambah hartanya, dan nafsu dalam mencari harta, maka seakan-akan ia adalah seorang yang kaya dan selalu mendapatkan harta” (Syarh Ibnu Batthool terhadap Shahih Al-Bukhari)

Abu Dzar radhiallahu ‘anhu menceritakan bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepadanya,

يَا أَبَا ذَر، أَتَرَى كَثْرَةَ الْمَالِ هُوَ الْغِنَى؟ قُلْتُ : نَعَمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ : أَفَتَرَى قِلَّةِ الْمَالِ هُوَ الْفَقْرُ؟ قُلْتُ : نَعَمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ. قال : إِنَّمَا الْغِنَى غِنَى الْقَلْبِ وَالْفَقْرُ فَقْرُ الْقَلْبِ

“Wahai Abu Dzar, apakah engkau memandang banyaknya harta merupakan kekayaan?”. Aku (Abu Dzar) berkata : “Iya Rasulullah”. Rasulullah berkata : “Apakah engkau memandang bahwa sedikitnya harta merupakan kemiskinan?”, Aku (Abu Dzar ) berkata, “Benar Rasulullah”. Rasulullahpun berkata : “Sesungguhnya kekayaan (yang hakiki-pen) adalah kayanya hati, dan kemisikinan (yang hakiki-pen) adalah miskinnya hati” (HR Ibnu Hibbaan dan dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam shahih At-Targiib wa At-Tarhiib no 827)

Maka orang yang qona’ah meskipun miskin namun pada hakikatnya sesungguhnya ialah orang yang kaya.

Madinah, 10 04 1432 H / 15 03 2011 M

Penulis: Ustadz Firanda Andirja, Lc, MA

Artikel www.muslim.or.id

Ini Kemuliaan Ilmu dan Ulama


Imam al-Ajurri meriwayatkan dengan sanadnya dari Abud Darda’radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh keutamaan seorang ahli ilmu di atas ahli ibadah adalah laksana keutamaan bulan purnama di atas seluruh …

Imam al-Ajurri meriwayatkan dengan sanadnya dari Abud Darda’radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh keutamaan seorang ahli ilmu di atas ahli ibadah adalah laksana keutamaan bulan purnama di atas seluruh bintang-gemintang. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris nabi-nabi. Sedangkan para nabi tidak mewariskan uang dinar ataupun dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambil ilmu itu niscaya dia memperoleh jatah warisan yang sangat banyak.” (lihat Akhlaq al-’Ulama, hal. 22)

Imam al-Ajurri meriwayatkan dengan sanadnya dari Zur bin Hubaisy. Dia berkata: Shofwan bin ‘Asal al-Muradi mengabarkan kepada kami. Dia berkata: Aku pernah datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka aku berkata, “Wahai Rasulullah, aku datang untuk menuntut ilmu.” Beliau pun menjawab, “Selamat datang, wahai penuntut ilmu. Sesungguhnya penuntut ilmu diliputi oleh para malaikat dan mereka menaunginya dengan sayap-sayap mereka. Kemudian sebagian mereka menaiki sebagian yang lain sampai ke langit dunia, karena kecintaan mereka terhadap apa yang mereka lakukan.” (lihat Akhlaq al-’Ulama, hal. 37)

Ibnu Wahb meriwayatkan dari Imam Malik. Imam Malik berkata: Aku mendengar Zaid bin Aslam -gurunya- menafsirkan firman Allah ta’ala (yang artinya), “Kami akan mengangkat kedudukan orang-orang yang Kami kehendaki.” (QS. Yusuf: 76). Beliau berkata, “Yaitu dengan ilmu.” (lihat Syarh Shahih al-Bukhari karya Ibnu Baththal [1/133], Umdat al-Qari [2/5], dan Fath al-Bari [1/172])

Imam al-Ajurri meriwayatkan dengan sanadnya dari Mujahid mengenai makna firman Allah (yang artinya), “Allah berikan hikmah kepada siapa pun yang dikehendaki-Nya.”Mujahid menafsirkan, “Yaitu ilmu dan fikih/pemahaman.” (lihat Akhlaq al-’Ulama, hal. 19)

Imam al-Ajurri meriwayatkan dengan sanadnya dari Mujahid tentang maksud firman Allah ‘azza wa jalla (yang artinya), “Dan ulil amri di antara kalian.” Beliau menjelaskan,“Yaitu para fuqoha’ dan ulama.” (lihat Akhlaq al-’Ulama, hal. 21)

Imam al-Ajurri meriwayatkan dengan sanadnya dari al-Hasan, bahwa Abud Darda’radhiyallahu’anhu berkata, “Perumpamaan para ulama di tengah-tengah umat manusia bagaikan bintang-bintang di langit yang menjadi penunjuk arah bagi manusia.” (lihatAkhlaq al-’Ulama, hal. 29)

Imam al-Ajurri meriwayatkan dengan sanadnya dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbasradhiyallahu’anhuma, beliau mengatakan, “Seorang pengajar kebaikan dan orang yang mempelajarinya dimintakan ampunan oleh segala sesuatu, sampai ikan di dalam lautan sekalipun.” (lihat Akhlaq al-’Ulama, hal. 43-44)

Petaka Lenyapnya Ilmu

Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Sebagian di antara tanda dekatnya hari kiamat adalah diangkatnya ilmu, kebodohan merajalela, khamr ditenggak, dan perzinaan merebak.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-’Ilm[80] dan Muslim dalam Kitab al-’Ilm [2671])

Hancurnya alam dunia ini -dengan terjadinya kiamat- akan didahului dengan hancurnya pilar-pilar penegak kemaslahatan hidup manusia yang menopang urusan dunia dan akherat mereka. Di antara pilar tersebut adalah; agama, akal, dan garis keturunan/nasab. Rusaknya agama akibat hilangnya ilmu. Rusaknya akal akibat khamr. Adapun rusaknya nasab adalah karena praktek perzinaan yang merajalela di mana-mana (lihat Fath al-Bari[1/218])

Yang dimaksud terangkatnya ilmu bukanlah dicabutnya ilmu secara langsung dari dada-dada manusia. Akan tetapi yang dimaksud adalah meninggalnya para ulama atau orang-orang yang mengemban ilmu tersebut (lihat Fath al-Bari [1/237]).

Hal itu telah dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abdullah bin Amr al-Ash radhiyallahu’anhuma, “Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu itu secara tiba-tiba -dari dada manusia- akan tetapi Allah mencabut ilmu itu dengan cara mewafatkan para ulama. Sampai-sampai apabila tidak tersisa lagi orang alim maka orang-orang pun mengangkat pemimpin-pemimpin dari kalangan orang yang bodoh. Mereka pun ditanya dan berfatwa tanpa ilmu. Mereka itu sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-’Ilm [100] dan Muslim dalam Kitab al-’Ilm [2673])

Di dalam riwayat Ahmad dan Thabrani dari jalan Abu Umamah radhiyallahu’anhudisebutkan bahwa ketika Hajjatul Wada’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Ambillah ilmu sebelum sebelum ia dicabut atau diangkat.” Maka ada seorang Badui yang bertanya, “Bagaimana ia diangkat?”. Maka beliau menjawab, “Ketahuilah, hilangnya ilmu adalah dengan perginya (meninggalnya) orang-orang yang mengembannya.” (lihat Fath al-Bari [1/237-238])

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “… Kebutuhan kepada ilmu di atas kebutuhan kepada makanan, bahkan di atas kebutuhan kepada nafas. Keadaan paling buruk yang dialami orang yang tidak bisa bernafas adalah kehilangan kehidupan jasadnya. Adapun lenyapnya ilmu menyebabkan hilangnya kehidupan hati dan ruh. Oleh sebab itu setiap hamba tidak bisa terlepas darinya sekejap mata sekalipun. Apabila seseorang kehilangan ilmu akan mengakibatkan dirinya jauh lebih jelek daripada keledai. Bahkan, jauh lebih buruk daripada binatang di sisi Allah, sehingga tidak ada makhluk apapun yang lebih rendah daripada dirinya ketika itu.” (lihat al-’Ilmu, Syarafuhu wa Fadhluhu, hal. 96)

Dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah utus aku untuk mendakwahkannya laksana hujan deras yang membasahi bumi. Di muka bumi itu ada tanah yang baik sehingga bisa menampung air dan menumbuhkan berbagai jenis pohon dan tanam-tanaman. Adapula jenis tanah yang tandus sehingga bisa menampung air saja dan orang-orang mendapatkan manfaat darinya. Mereka mengambil air minum untuk mereka sendiri, untuk ternak, dan untuk mengairi tanaman. Hujan itu juga menimpa tanah yang licin, ia tidak bisa menahan air dan tidak pula menumbuhkan tanam-tanaman. Demikian itulah perumpamaan orang yang paham tentang agama Allah kemudian ajaran yang kusampaikan kepadanya memberi manfaat bagi dirinya. Dia mengetahui ilmu dan mengajarkannya. Dan perumpamaan orang yang tidak mau peduli dengan agama dan tidak mau menerima hidayah Allah yang aku sampaikan.” (HR. Bukhari)

Imam al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan segi keserupaan antara hujan dengan ilmu agama. Beliau berkata, “Sebagaimana hujan akan menghidupkan tanah yang mati (gersang), demikian pula ilmu-ilmu agama akan menghidupkan hati yang mati.” (lihat Fath al-Bari [1/215]).

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Allah subhanahu menjadikan ilmu bagi hati laksana air hujan bagi tanah. Sebagaimana tanah/bumi tidak akan hidup kecuali dengan curahan air hujan, maka demikian pula tidak ada kehidupan bagi hati kecuali dengan ilmu.” (lihatal-’Ilmu, Syarafuhu wa Fadhluhu, hal. 227). Wallahu a’lam.



Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel Muslim.Or.Id

Perbedaan Kita Dengan Rosullulloh dan Sahabat


Bismillah, Alhamdulillah, segala pujian hanya untuk Allah subhanahu wata’ala, Rabb semesta Allah. Shalawat dan salam marilah kita haturkan kepada Rasulullah Muhammad ﷺ serta kepada para shahabat radhiyallaahu ‘anhum ajma’in.

Pembaca sekalian yang semoga senantiasa mendapatkan kenikmatan dari Allah berupa iman dan petunjuk, marilah kita berkaca, dan merenungi sejenak perjalanan hidup kita, dan perjalanan kita dalam belajar Islam serta dalam beribadah kepada Allah. Sudah berapa lama kita hidup? Dan sudah berapa lama kita mengenal islam, dan sudah berapa lama kita beribadah kepada Allah? Dan sudah berkualitaskah ibadah-ibadah itu?

Dan kita mari kita bandingkan pula kualitas Islam kita dengan para shahabat Rasulullah ﷺ, Generasi yang Terbaik itu. Penulis memilih menggunakan kata “Terbaik”, karena sampai tulisan ini  dibuat, belum pernah penulis temukan generasi yang kualitasnya melebihi generasi para Shahabat ini. Tidak pernah dijumpai pada generasi sebelum Rasulullah diutus sekalipun. Sebutlah misalnya generasi terbaik Nabi Isa ‘alaihissalam, para hawariyyun. Bandingkan jumlahnya dengan dengan para shahabat Rasulullah, sangat jauh. Sebagian pendapat mengatakan hawariiyun berjumlah 12 orang. Sedangkan sahabat Rasulullah yang dijamin masuk surga ada 10, dan selain itu banyak pula yang keimanan, ketaqwaannya, dan pengorbanannya sangat luar biasa, meskipun mereka tidak masuk daftar jaminan surga tersebut. Merekalah generasi terbaik.

Mungkin pada masa-masa lain kita akan menjumpai orang-orang yang kualitasnya seperti para shahabat ini, namun tidak pernah kita jumpai hal ini dalam sebuah generasi. Hanya sebagian saja, bukan generasi. Rasulullah ﷺ bersabda :
“Sebaik-baik umat manusia adalah generasiku (sahabat), kemudian orang-orang yang mengikuti mereka (tabi’in) dan kemudian orang-orang yang mengikuti mereka lagi (tabi’ut tabi’in).” (Muttafaq ‘alaih)

Inilah jaminan bahwasanya mereka adalah generasi yang terbaik.

Apa rahasia keberhasilan mereka menjadi generasi terbaik?

Barangkali generasi kita dan setelah kita memang tidak akan pernah mengalahkan kemuliaan generasi shahabat untuk menjadi generasi yang terbaik. Namun tentu hal ini tidak menjadi alasan kita untuk menyerah. Kita pun memiliki kesempatan untuk meniti jalan kemuliaan para shahabat ini agar kita menjadi orang-orang yang hebat sebagaimana mereka. Kita perlu mempelajari cara yang ditempuh oleh mereka, lalu kita amalkan sehingga kita bisa menjadi seperti mereka. Meskipun kita tidak bisa mengalahkan kemuliaan mereka.

Dalam kitab Ma’alim fii ath-thoriq, Imam Sayyid Qutb menuliskan setidaknya ada tiga hal yang membuat para shahabat menjadi generasi yang gemilang kemuliaannya. Ketiga hal inilah ternyata yang membedakan generasi kita saat ini, dengan generasi para shahabat mulia itu. Marilah kita simak, dan kita perbaiki kekurangan pada diri kita saat ini.

Pertama : Rujukan generasi terbaik itu hanyalah Al-Qur’an semata, bukan lainnya. Tentunya dengan penjelasannya dari Rasulullah ﷺ. Atau dengan kata lain, rujukan para shahabat hanyalah Al-Islam.

Inilah bedanya mereka dengan kita. Para shahabat sadar sepenuhnya tentang kedudukan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup yang menyeluruh. Pedoman untuk menjalani kehidupan untuk semua aspek kehidupannya. Mereka mengimaninya sepenuhnya. Dan mereka mendudukannya sebagaimana tempatnya.

Al-Qur’an adalah rujukan dalam masalah keyakinan atau aqidah. Al-Qur’an adalah rujukan dalam perkara sosial, ekonomi, politik, kenegaraan, dan lain sebagainya. Sebagaimana jawaban ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ketika ditanya tentang akhlaq Nabi ﷺ, beliau menjawab :
“Sesungguhnya akhlaq beliau adalah Al-Qur’an” (HR Nasa’i)

Rasulullah ﷺ ketika melihat Umar ibn Khaththab sedang memegang taurat, dengan maksud untuk dipelajari, beliau berkata dengan agak marah :
“Demi Allah sekiranya Nabi Musa masih hidup bersama-sama kamu sekarang pun, tidak halal baginya melainkan mesti mengikut ajaranku.”
(Hadis riwayat Al-hafidz Abu Ya’la dari Hammad dari Asy-sya’bi dari Jabir)

Beliau menghendaki agar para shahabat terjaga dari hal-hal lain selain Al-Qur’an, bahkan dari taurat sekalipun, padahal ia adalah firman Allah kepada Nabi Musa ‘alaihissalam.

Adapun generasi kita saat ini, memang secara umum beriman kepada Al-Qur’an, namun keyakinannya tidak sepenuhnya berdasarkan Islam. Masih banyak tercampur keyakinannya dengan kebudayaan, agama terdahulu, maupun kepercayaan nenek moyang terdahulu. Dalam beriman dan berislam pun kita masih tercampur dengan cara-cara orang terdahulu dalam mempelajari agamanya, seperti hermeneutika, filsafat, dan lainnya. Dan lain sebagainya.

Inilah bedanya kita dengan mereka, para Shahabat Rasulullah ﷺ.
Kedua : Cara generasi terbaik itu dalam menerima dakwah islam yang unik. Generasi para shahabat  itu mempelajari Al-Qur’an dengan satu tujuan saja : untuk diamalkan dalam kehidupan.

Mereka, radhiyallahu ‘anhum ajmain, mempelajari Al-Qur’an layaknya seorang prajurit yang mendapatkan perintah harian dari atasannya. Perintah itu mereka tunggu-tunggu, tidak lain tidak bukan, untuk segera dikerjakan sebagai bentuk ketaatannya kepada Allah. Tidak seorang pun dari mereka belajar banyak-banyak hal serta merta, karena mereka sadar beban akan semakin banyak yang belum terlaksanakan.

Mereka, semoga Allah meridhai mereka, belajar Al-Qur’an tanpa bermaksud untuk menambah bahan bacaan semata. Tidak ada seorang pun yang belajar dengan tujuan untuk mencari hiburan atau penghapus kesedihan. Tidak ada seorang un diatara mereka yang belajar Al-Qur’an untuk menjadi bekal ilmu dan bahan akademik untuk mengisi wawasan mereka saja.

Perasaan inilah, yaitu belajar untuk mengamalkan, yang telah menambah lapangnya hidup mereka, menambah luasnya pemahaman dan pengalaman mereka terhadap Al-Qur’an. Dan ini tidak mungkin dicapai jika sekedar belajar Al-Qur’an dengan tujuan menyelidiki dan mengkaji serta membaca saja.

Dalam riwayat Ibnu Mas’ud disebutkan bahwa para shahabat mencukupkan untuk belajar Al-Qur’an setiap sepuluh ayat saja. Manakala mereka sudah belajar sepuluh ayat, kemudian mempelajari makna dan tafsirnya, lalu dihafalkan, kemudian diamalkan, dan didakwahkan kepada orang lain. Baru kemudian menambah lagi dengan sepuluh ayat berikutnya. Subhanallah, tidak heran mereka menjadi generasi terbaik. Inilah rahasinya.

Allah subhahanu wata’ala berfirman :

وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلاً
Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian. (17:106)

Al-Qur’an yang dipelajari dengan tujuan untuk diamalkan, lalu bekerja pada diri mereka. Al-Qur’an merasuk menjadi darah, daging dan perilaku mereka. Al-Qur’an meresap, menjadi panduan dalam gerakan mereka, lalu menjadi pelajaran-pelajaran yang menggerakkan perbuatan kesehariannya. Al-Qur’an tidak hanya menjadi sekedar teori yang dihafal dalam kepala dan tertulis dalam kitab saja. Al-Qur’an menjadi lahir dalam bentuk nyata, menjadi cara pandang, dan melahirkan peristiwa-peristiwa yang mengubah arah kehidupan mereka.

Inilah bedanya dengan kita saat ini, amat sedikit diantara kita yang belajar dengan tujuan untuk diamalkan. Sebagian kita saat ini bahkan sering kali mendapati bahwa : saya sudah tahu hal itu, ataupun hal ini, ini hanya mengulang saja. Namun ternyata ilmu yang ia telah ketahui belum diamalkan sepenuhnya.

Banyak diantara kita tahu keutamaan dan hukum shalat berjama’ah, namun masih enggan melakukannya. Banyak diantara kita tahu wajibnya berdakwah, menyeru kepada Allah. Namun banyak pula yang enggan melakukannya. Adapula yang sudah melakukannya namun enggan bermujahadah pada jalan dakwah tersebut. Dan banyak pula dalam hal-hal lainnya. Pada intinya, ilmu yang telah banyak kita pelajari, tidak sebanding dengan amal perbuatan yang mestinya terlaksana.

Yang ketiga : Para shahabat begitu menerima Al-Qur’an dan diamalkan, lalu mereka meninggalkan selain darinya. Segala sesuatu selain Al-Qur’an akan dipandang dengan tatapan penuh kewaspadaan, dan kecurigaan. Baik itu berupa ajaran nenek moyang, adat istiadat masyarakat, pemahaman populer pada masyarakat maupun lainnya.

Para sahabat benar-benar menyadari bahwa Islam adalah agama yang menjadi jalan hidup yang menyeluruh, meliputi seluruh aspek kehidupan. Sehingga tidak perlu dan jangan sampai hal-hal selain dari Al-Qur’an dan selain dari syariat ini, ikut masuk dan mencampurinya.

Mereka menyadari bahwa ketika mereka masuk Islam, mengucapkan syahadatnya, hal ini berarti mereka memasuki kehidupan yang sama sekali baru. Kehidupan baru yang harusnya terpisah jauh-jauh dari kehidupan jahiliyahnya yang dulu. Mereka menganggap kehidupannya yang lama adalah kehidupan yang buruk, kotor, dan tidak sesuai dengan ajaran agamanya yang baru itu.

Mereka memiliki perasaan bahwa mereka ini terpisah dengan kehidupan jahiliyahnya yang dulu. Sehingga mereka terpisah dengan kehidupan masyarakat jahiliyahnya yang dulu. Seolah-olah hijrah  dari kehidupan lama dan meninggalkannya semuanya.

Inilah bedanya kita dengan shahabat. Mereka merasa Islam saja yang diperlukan, yang lain tidak perlu mencampurinya. Adapun kita saat ini, sebagian kita berislam dengan setengah-setengah. Dan setengahnya terisi dengan selainnya. Baik berupa adat istiadat, pandangan masyarakat, ilmu-ilmu barat, dan sebagainya.

Kita beragama Islam namun tidak menerapkan pendidikan islam pada pendidikan kita. Begitupun dalam bidang perekonomian kita, ketatanegaraan kita, sosial kita dan lainnya. Islam terkucilkan pada sudut-sudut masjid dan terjadwalkan pada bulan ramadhan saja.

Inilah bedanya kita dengan mereka. Dapatkah kita menjadi seperti mereka, para shahabat radhiyallahu ajma’in?

 sumber belajarislam.com

Kompensasi Kasih Ibu: Muhammad Menikahi Nenek Uzur

 anak yang dimasa kecilnya kekurangan kasih ibu akan cenderung suka dengan perempuan yang lebih dewasa, atau lebih tua. Artikel berikut mengandung pesan bahwa tindakan Muhammad yang mengawini perempuan tua bangka membuktikan masa kecilnya yang kurang bahagia. Muhammad kehilangan kasih sayang ibunya. 




PERTANYAAN DR ALIREZA ASSAR:

Yth Dr. Sina,
Ok, Dr. Sina, anggaplah pendiri Islam, Muhammad itu memang seorang penipu, bandit, om girang … dsb. Tapi saya tetapi bisa membuktikan pada anda bahwa ia adalah pribadi yang paling hebat dalam sejarah umat manusia. Saya akan membahas ini secara bertahap. Pertama-tama, ia pasti pandai dan ganteng sehingga bisa mencantol wanita yang paling kaya dan berpengaruh pada jaman itu. Khadijah, jatuh cinta padanya, menikahinya dan memberikan semua kekayaannya kpd Muhamad untuk mengembangkan ideologinya. Setelah meninggalnya Khadijah, banyak wanita cantik mencoba menarik perhatiannya tetapi tidak berhasil. Aisyah adalah salah satu yg berhasil. Nah, jelaslah bahwa Muhamad memang sukses dgn wanita, kualitas yg jarang dimiliki kebanyakan lelaki intelek ! OK. Langkah kedua: anggaplah ia penipu. Tetapi pastilah ia penipu yg sangat jitu bukan ? Kebanyakan orang membohong tetapi tidak ada yg percaya. Apakah tidak aneh bahwa seorang lelaki di bagian terpencil dunia berhasil menipu orang selama 1400 tahun dan 1.5 milyar masih mempercayai tipuannya itu ? Bahkan di jaman sekarangpun, banyak politisi mencoba membohongi rakyat tapi tidak berhasil. Nah, lagi2 anda lihat bahwa Muhamad memang luar biasa.
Salam,
Dr. A.R. Assar


JAWABAN A SINA
Yth Dr. Assar.

1) Muhamad orang hebat ?

Anda mengatakan Muhamad adalah penipu, bandit dan om girang dsb, tetapi anda TETAP menganggapnya sbg “pribadi yg paling hebat dlm sejarah umat manusia.” Ini sangat kontradiktif. Bgm seorang penipu, bandit dan om girang bisa menjadi pribadi yg paling hebat dlm sejarah umat manusia ? Apa yg anda maksudkan dgn pribadi hebat ? Apakah Hitler juga pribadi hebat ? Bgm dgn Genghis Khan, Napoleon, Stalin, Mao Ze Dong, Khomeini dan Saddam Hussein ? Bukankah mereka juga pribadi-pribadi hebat ? Ingat bahwa orang2 biadab itu juga mengalami kemenangan di medan perang dan dicintai berjuta2 orang. Semua tokoh di atas itu berhasil menciptakan kultus-individu atas diri mereka sendiri dan rakyat tidak henti-hentinya mengelu-elukan mereka. Definisi anda bagi “manusia hebat” memang sangat rancu. Saya TIDAK menganggap orang yg membunuh orang lain sbg orang hebat.

Mari kita menganalisa surat anda point by point.

2) Perkawinan Khadijah-Muhamad

Argumen anda adalah bahwa Khadijah, wanita kaya dan berpengaruh jatuh cinta pada Muhamad dan menghabiskan kekayaannya bagi kemajuan agama karangan Muhamad. Buku kedua saya adalah sebuah biografi Muhamad dan kesehatan psikologisnya. Dlm buku ini saya menganalisa secara mendetil hubungan Muhamad dgn Khadijah. Ini cuplikan dari buku saya itu: Khadijah adalah puteri favorit ayahnya, Khuwaylid. Malah Khuwaylid sering lebih tergantung kpdnya, ketimbang kpd putera2nya. Khadijah memang “kesayangan papi”. Ia menolak lamaran lelaki2 berkuasa di Mekah. Tetapi ketika ia melihat Muhamad, ia langsung jatuh cinta dan mengirim orang utk menyampaikan surat lamarannya.
Sekilas memang nampak bahwa kepribadian Muhamad begitu magnetik sampai menaklukkan hati seorang wanita canggih. TAPI bacalah lagi biografinya.

Tabari menulis: “Khadijah mengirimkan pesan kpd Muhamad, mengundangnya utk melamarnya. Ia memanggil ayahnya kerumahnya, memabukkannya dgn anggur, melumurinya dgn parfum dan mendandaninya dgn mantel mahal dan memotong kerbau. Lalu Khadijah memanggil Muhamad dan paman2nya. Ketika mereka masuk, ayahnya langsung mengawinkan mereka. Ketika sang ayah sadar ia mengatakan, “Untuk apa daging, parfum dan baju ini ?” Khadijah menjawab, “Kau telah menikahi saya kpd Muhamad bin Abdullah”. “Saya tidak melakukannya,” kata sang ayah. “Mengapa saya akan melakukannya jika lamaran para lelaki paling berkuasa di Mekah-pun tidak saya setujui, apalagi memberikanmu kpd lelaki picisan ini ?” [Tabari versi Persia Vol. 3 hal.832]

Kelompok Muhamad keberatan dan menjawab bahwa perkawinan ini disiasati oleh puterinya sendiri. Orang tua itu dgn marah menarik pedangnya; saudara2 Muhamad juga menarik pedang mereka. Khadijah menengahi dan menyatakan cintanya pada Muhamad dan mengakui bahwa ia memang merencanakan semuanya ini. Ayahnya kemudian berdiam tatkala sadar bahwa ini semua diluar tangannya dan rekonsiliasipun terjadi.

Jadi bagaimana menjelaskan kelakuan Khadijah yg jatuh cinta pada lelaki yg 15 tahun lebih muda darinya? Kelakuan serabutan ini menunjukkan ketidakberesan dalam kepribadian Khadijah. Apakah ia benar2 jatuh cinta dalam hanya satu jam pertemuan? Atau hanya suka/naksir (infatuation)?

Penulis dan kolumnis Ann Landers (1918-2002) menjelaskan perbedaannya: “Infatuation is instant desire. Perasaan suka hanyalah bentuk nafsu menggebu-gebu. Cinta adalah persahabatan yg baru menghangat setelah beberapa lama. Cinta mengakar dan tumbuh, pelan2 setiap hari. Infatuation ditandai oleh ketidakpastian (insecurity). Orang yg sedang kepincut rasa suka akan mengatakan, ‘Kita harus menikah sekarang juga ! Saya tidak mau kehilangan kau !’ Ini memang memiliki elemen nafsu seksual".

Bukti menunjukkan bahwa ayah Khadijah seorang pemabuk. Utk melancarkan perkawinannya, Khadijah memanfaatkan kelemahan ayahnya. Hanya seorang pemabuk dapat kehilangan kesadaran. Anak2 orang2 pemabuk sering memiliki keadaan psikologis yg dinamakan codependency. Nampak juga bahwa ayah Khadijah terlalu protektif terhdp puteri kesayangannya itu. Khuwaylid memiliki anak2 lain tetapi Khadijah adalah buah hatinya. Mungkin karena ia satu2nya anak yg berhasil. Orang dgn kepribadian codependency ini, sering tumbuh dlm bayang2 orang tua yg dominan dan menyanjung mereka. Mereka menjadi obyek obsesi orang tua mereka. Di mata mereka, fungsi mereka hanyalah agar menampakkan orang tua mereka baik dimata orang luar. Mereka diharapkan menjadi seorang 'wunderkind’.

Akibat bertubi-tubinya tuntutan akan kemampuan maksimalnya, sang anak tidak mampu mengembangkan kepribadiannya sendiri. Ia tidak merasa dicintai karena SIAPA ia tetapi karena APA yg berhasil dilakukannya. Belum lagi dgn adanya seorang ayah pemabuk yang sering membebankan sampah emosionalnya pada anak2nya yg dianggap paling berpotensial, sbg kompensasi atas kegagalan dan kekurangan sang ayah.

Para penderita codependent tidak mendapatkan kepuasan dan kebahagiaan dari teman-teman yg sehat secara emosional. Itulah mengapa Khadijah menolak lamaran lelaki2 yg sukses dan matang. Orang yg cocok bagi seorang codependent adalah seorang narsisis (seseorang yg cinta diri sendiri) yg sendirinya juga memiliki kebutuhan yg tidak terpenuhi. Seorang codependent sering membingungkan rasa cinta dengan rasa kasihan, mereka bertendensi utk “mencintai” orang yg bisa mereka kasihani dan bisa mereka selamatkan.

Nama lain bagi codependency adalah "self effacing" atau "inverted narcissist/narsisis terbalik”. Inilah yg dikatakan Dr. Sam Vaknin, penulis Malignant Self Love (Cinta Diri yg Merusak) ttg hubungan antara seorang codependent dan seorang narsisis:
“Sang inverted narcissist hanya mampu MERASAKAN sesuatu saat ia berada dlm hubungan dgn narsisis lain. Sang inverted narcissist diprogram dari permulaan utk menjadi pasangan sempurna sang narcissist – guna saling mengipas Ego mereka, yg satu menjadi ekstensi kepribadian yg lain, hanya utk mendapatkan pujaan dan pengelu-eluan.” Secara sosial dan dlm hal bisnis, sang inverted narcissist sering orang sukses tetapi hubungan mereka sering tidak sehat. Khadijah sudah menikah dua kali dan memiliki 3 anak. Tidak ada sesuatupun yg tercatat ttg para mantan suaminya. Ia hanya digambarkan sbg janda. Apakah kedua atau salah satu suaminya mati atau apakah kedua perkawinannya gagal ? Memang ini tidak lagi penting. Yg penting sekarang adalah hubungannya dgn Muhamad dan peran pentingnya dlm menjadikan Islam sbg agama.

(Dlm buku saya, saya memberikan lebih banyak bukti ttg keadaan mental codependency Khadijah)
Memang pasangan Muhamad-Khadijah cocok sekali ! Muhamad seorang narsisis yg haus akan pujaan dan perhatian. Ia miskin, yatim piatu dan memiliki kebutuhan emosional tinggi. Ia memerlukan seseorang utk mengemong dan memenuhi kebutuhannya, seseorang yg bisa dimanfaatkan dan dikasarinya spt caranya anak2 memanfaatkan dan meneror orang tua. Kematangan emosional sang narsisis dibekukan saat masa kecilnya. Kebutuhan kanak2nya tidak pernah dipenuhi. Ia terus mencoba memuaskan kepentingan ke-kanak2annya. Semua bayi memang narsisis dan ini memang tahap penting dalam pertumbuhan mereka. Tetapi jika narsisisme ini tidak dipuaskan semasa kanak2, kematangan emosional mereka akan dibekukan pada tahap itu. Mereka mencari perhatian yg tidak mereka dapatkan pada masa kecil mereka dlm hubungan mereka saat dewasa nanti.

Ibn Sa'd mengutip Muhamad sbg mengatakan bahwa semua keluarga suku Quraish memiliki hubungan darah dgnnya dan oleh karena itu Allah dlm Quran 42:23 memerintahkan mereka utk mencintainya, walaupun mereka tidak suka pesan yg ia bawa. [Tabaqat Vol.1 hal.3] Tidak sulit utk mendengar jeritan haus akan cinta kasih dan perhatian, seorang lelaki yg disepelekan semasa kecilnya.

Muhamad adalah orang yg sangat memiliki kebutuhan emosional. Khadijah, dilain pihak, merupakan seorang inverted narcissist yg memerlukan obyek perhatian selain memenuhi fantasinya di ranjang. Seorang codependent tidak peduli jika ia dimanfaatkan orang lain, karena ia memang menginginkannya (Contoh bagus: lihatlah hubungan antara Pangeran Charles and Camilla Parker-Bowles).

Vaknin menjelaskan: “Sang inverted narcissist menggantungkan diri pada sang narcissist utama dan ini memang merupakan suplai narcissistik-nya. Jadi kedua tipe ini menjadi dua orang yg saling mendukung dan membentuk sebuah sistim simbiosis. Kenyataannya namun demikian adalah, baik sang narsisist maupun sang inverted narcissist sadar akan dinamika hubungan mereka dan apa yg menjadikan hubungan mereka sukses dan awet.”

Bridget Murray dlm "Mixing oil and Water/Mencampur minyak dan air" mengatakan : "Psikolog sering melihat pola khas dlm pasangan macam ini: keduanya memiliki kepribadian tidak beres (personality disorder). 'Mereka nampak memiliki “fatal attraction” dimana pola kepribadian mereka saling bertentangan tapi saling mengisi— dan jika mereka cerai, mereka akan tertarik pada pasangan yg mirip mantan pasangan mereka,' kata Kaslow."

Hubungan simbiotik antara narcissist Muhammad dan inverted narcissist Khadijah memang sempurna.
Muhamad tidak lagi harus bekerja setelah menikahi Khadijah yg kaya raya. Ia menghabiskan waktunya dlm goa2 dan mondar-mandir sambil menikmati fantasinya dimana ia adalah orang yg paling disayangi & paling dipuja diatas permukaan bumi ini. Khadijah begitu sibuk dgn suaminya yg narcissist ini, memuaskan kebutuhannya, sampai melupakan urusan dagangnya. Bisnisnya kemudian menurun dan kekayaannya menyusut drastis. Dari Muhamad ia mendapatkan 7 anak. Yg paling muda adalah Fatimah, saat Khadijah berusia lebih dari 50 thn. Ia menjaga ke-10 anaknya seorang diri. Suaminya tidak pernah dirumah, tapi lebih sering menyendiri di gua2 mentalnya. Pada saat Khadijah meninggal, kekayaannya habis dan Muhamad melarikan diri ke Medinah. Ia begitu miskin sampai menggantungkan diri atas sumbangan buah kurma dari kaum Yahudi dan pengikutnya dari Medinah.
Vaknin mengatakan:
"Hanya dgn pengorbanan dirinya, pasangannya bisa sukses. Ia mengorbankan keinginannya, harapannya, mimpinya, kebutuhan seksual, psikologis & materialnya, pokoknya semuanya yg bisa mengundang kemarahan sang Dewa Narsistik- sang tokoh utama. Sang narcissist bahkan semakin nampak superior dgn pengorbanan pasangannya ini. Semakin hebat sang narcissist, semakin mudah pengorbanan pasangannya, dan akhirnya sang pasangan itu akhirnya hanya sekedar sbg buntut/appendix sang Narcissist. Sang pasangan ini kemudian membaur dgn sang narcissist sampai pada titik tidak berarti dan bahkan tidak lagi dapat mengingat diri sendiri."

Sang narcissist sering menuntut pengorbanan dari pasangan co-dependent-nya. Dan pasangannya yg mabuk cinta itu dgn senang hati mengikuti segala perintahnya.
Contoh :
John de Ruiter dari Alberta, Canada, adalah orang yg menyatakan diri sbg Sang Juru Selamat, The Messiah. Dan pengikutnya yang bodoh mengiyakannya. Joyce, isterinya yg cerai darinya setelah 18 tahun perkawinan mengatakan, ia memang sangat mencintai suaminya. Tetapi dalam tahun terakhir perkawinan mereka, John lebih suka menghabiskan waktu dgn kedua adik perempuan Joyce yg cantik. Saat sang isteri mengajukan keberatan, pertama2 sang suami membantahnya. Tetapi affair2nya itu kemudian segera menjadi rahasia umum. Buru2 John menegaskan cintanya kpd isterinya dan bahwa selingkuhnya dgn 2 wanita cantik itu bukan karena nafsu. Ini pepatahnya bagi pengikutnya; “Hidup dalam suatu kode atau struktur moral menghancurkan cinta kasih.” Narcissists memang sering hidup DILUAR kode moral manapun. Ego mereka terlalu besar utk tunduk pada moralitas atau aturan. Bodohnya, Joyce juga tidak meninggalkannya, sampai suatu hari suaminya datang dgn berita dahsyat. "Kami sedang duduk di dapur sambil mengisap rokok," kata Joyce, "Ia berbicara tentang ‘kematian’ saya. Ia mengakui bahwa saya telah melalui banyak kematian, hal yg bagus, menurutnya. Saya harus melepaskan 99% dari hidup saya. Tetapi ia tidak akan membiarkan saya ‘mati’ begitu saja. Katanya, kematian saya yg paling dahsyat adalah jika ia diijinkan mengambil 2 isteri lagi." Joyce mengatakan dia menyangka suaminya cuma melucu. Ternyata tidak ! Ia mengangkat masalah ini utk kedua kalinya dan meminta Joyce apakah ia merasa 3 isteri bisa hidup dalam rumah yang sama. Ini kemudian membuka mata Joyce. Untungnya Joyce belum pada tahap co-dependent berat, shg ia tidak sudi menerima penghinaan ini. Seorang co-dependent asli akan melakukan apapun utk menyenangkan pasangan narcissist-nya. Hubungan antara co-dependent dan pasangan narcissist-nya adalah : sadomasochisme. Joyce tidak tahan lagi akan penghinaan dan pelecehan ini dan meninggalkan suaminya yg sakit jiwa ini.
Sedihnya bagi umat manusia, KHADIJAH MEMANG CO-DEPENDENT ASLI, yang sudi mengorbankan apapun bagi narcissist tercintanya. Untung bagi Khadijah, Muhamad masih menghormatinya sehingga selama Khadijah masih hidup, Muhamad enggan mengambil isteri lain. Jangan lupa bahwa Khadijah yg memegang keuangan keluarga. Muhamad sendiri tidak memiliki satu sen-pun, shg sulit baginya utk membawa isteri muda kerumah Khadijah. Lagipula, mayoritas penduduk Mekah menjadikannya bahan olok-olokan. Ia dicap GILA ! Tidak seorangpun mau mengawininya, bahkan sekaya apapun dia. Di Mekah, pengikutnya berjumlah kurang dari 80 orang dan kebanyakan adalah budak. Kalau Khadijah tetap hidup menyaksikan meningkatnya kekuasaan suaminya, kemungkinan besar ia harus menelan penghinaan dimadu.
Dinamika antara pasangan narcissist dan co-dependent adalah komplex, merusak/abusive tetapi saling memuaskan. Keduanya orang2 yg memiliki kebutuhan besar dan hanya pasangannya-lah yg dapat memenuhi keinginannya.
Ini mengikat keduanya kedalam simbiosis memuakkan tapi awet. Kalau hubungan simbiosis ini putus, misalnya oleh kmatian salah satu pasangan, yg lainnya tidak dapat membentuk hubuhngan syg sama dgn orang lain, kecuali ia menemukan pasangan yg sama sakitnya. Ini alasan mengapa setelah kematian Khadijah, Muhamad menjadi gila wanita dan menciptakan harem dgn sebanyak mungkin wanita yg mampu didapatkannya. Ia mencoba mencari kompensasi atas kehilangan “sugar mommy”-nya dgn sex. Ia tgerus menerus menambahkan koleksi wanita tetapi tidak ada seorangpun yg bisa memenuhi kebutuhan tidak normalnya itu. Ia memerlukan perlindungan dan cinta kasih. Ia, walaupun sudah berusia lanjut, tetap merindukan sosok ibu, sesuatu yg tidak dapat diberikan anak2 ingusan macam Aisya.
Belum ada seorangpun yg menganalisa hubungan Muhammad-Khadijah secara kritis macam ini. Dalam buku saya “From Mecca to 9/11” saya menunjukkan profil psikologis Muhammad dan hubungannya dgn mereka yg dekat dgnnya. Kami hanya bisa mengerti fenomena Muhammad, jika kita dapat mengerti psikologinya dan hubungannya dng ibunya, orang tua angkatnya, kakeknya, pamannya dan isterinya.

3) AISYAH

Nah Sdr Alireza:
Anda juga mengatakan: “Setelah Khadijah meninggal, banyak wanita cantik lainnya mencoba merebut hatinya tetapi tidak berhasil, dan hanya Aisha yg berhasil.” Maksud anda apa ? Bahwa seorang anak ingusan berumur ENAM TAHUN JATUH CINTA PADA LELAKI BERUMUR 51 TAHUN ?? Bahwa Aisyah-lah yg mencoba merebut hatinya ? Dimana logika anda ? Pernyataan anda ini bahkan tidak dapat diterima kalau anda seorang Muslimn yg tidak berpendidikan. Tapi anda ini mengaku sbg ilmuwan nuklir. Jadi mana logika anda ? Bagaimana hal konyol ini bisa keluar dari mulut seorang professor macam anda ? Terlepas dari logika rancu anda, sejarahpun membuktikan bahwa anda SALAH ! Bukan Aisha yg berusia 6 tahun ini yg jatuh cinta pada Muhamad, orang yg cocok menjadi kakeknya. Malah terbalik ! Saya sudah mengutip hadis2 ttg subyek ini dalam artikel saya yg didedikasi kpd Aisha. Tetapi biarlah saya mengulangi hadis yg mengatakan bahwa Muhamad sering berfantasi ttg anak kecil bernama Aisha.
Sahih Bukhari 9.140
Diriwayahkan 'Aisyah:
Rasulullah mengatakan kpd saya, "Kau ditunjukkan kepada saya dua kali (dalam mimpi saya) sebelum saya mengawinimu. Saya melihat malaikat menggendongmu dalam kain sutera, dan saya mengatakan kpd nya, 'Bukalah ia,' dan lihatlah, ternyata nampaklah kau. 'Kalau ini dari Allah, maka ini harus terjadi.'

Lalu kau ditunjukkan kepada saya, malaikat mengangkatmu dalam kain sutera dan saya mengatakan …. idem-diulang lagi … kalau ini memang dari Allah, maka ini harus terjadi.' "

Hadis berikutnya menunjukkan bahwa Muhamad-lah yg mendatangi ayah Aisyah, Abu Bakr, dan melamar Aisyah.
Sahih Bukhari 7.18
Diriwayahkan 'Ursa:
Nabi meminta Abu Bakr utk meminang 'Aisha. Abu Bakr mengatakan "Tetapi saya saudaramu." Nabi mengatakan, "Kau saudara saya dalam agama Allah dan KitabNya, tetapi ia (Aisha) sah bagi saya utk dikawini."
Abu Bakr yg bodoh ini tadinya kaget dan mencoba membantah tetapi tidak dapat menolak kemauan si pedofil Muhamad. Ia hanya berhasil membuat Muhammad menunggu 3 tahun, menunggu pertumbuhan Aisha.

4)Dalam point kedua anda anda menulis: “Katakahlah ia seorang penipu ; OK, tetapi ia pastinya seorang penipu yg sangat jitu !!”

BETUL ! Muhamad memang penipu jitu. Ia penipu psikopat. Ini jelas berbeda dgn cara saya dan anda berbohong. Kami tidak dapat berbohong macam cara psikopat dan meyakinkan orang akan kebohongan kami. Saya tidak dapat membohongi keponakan saya yg berumur 5 tahun ttg dimana saya menyembunyikan permennya.
Saya tidak dapat menahan geli kalau saya berbohong. Namun seorang psikopat adalah yang pertama yg percaya kebohongannya sendiri. Ini sudah saya bahas panjang lebar dalam artikel lain. Saya tidak akan mengulanginya lagi dan mengundang anda utk membacanya.
Judulnya : The Secret of Muhamad's Success/Rahasia Sukses Muhamad
Faithfreedom IndonesiaKembali Ke Atas

Bersetubuh Di Luar Nikah Haram Di Dunia, Tetapi Halal Di Sorga



Mengapa Ada Beberapa Hal Yang Diharamkan Di Dunia Tetapi Dihalalkan Di Surga?
Prince of JihadAhad, 1 Februari 2009 20:58:41Hits: 4414
Pertanyaan:

Saya seorang muslimah yang hidup di Swedia. Saya ada pertanyaan dari seorang Nashara, saya sudah banyak bertanya dan berusaha mendapatkan jawaban di dalam beberapa buku tetapi tidak saya dapatkan. Pertanyaannya tentang bidadari. Saya dengar, seorang laki-laki akan diberi balasan dengan beberapa wanita di surga. Saya tidak tahu apakah informasi ini benar ? Akan tetapi bila Anda bisa memberikan penjelasan tentang masalah ini saya sangat berterima kasih.

Pertanyaan penting tersebut adalah: Mengapa Islam sering memberi motivasi dan memberi kabar gembira dengan sesuatu di surga padahal hal itu diharamkan di dunia ? Seperti hubungan antara laki-laki dengan wanita diluar nikah yang dianggap haram. Dan apabila seorang muslim menjauhi hal itu di dunia, maka dia akan dibalas dengan diberikan bidadari di surga. Bukahkah ini hal yang aneh ? Sayang sekali pengetahuan saya hanya sedikit tentang hal ini dan saya tidak tahu dari mana datangnya pertanyaan ini tetapi saya yakin akan ada jawaban yang logis terhadap pertanyaan ini dan saya berharap Anda membantu saya dalam hal ini. Terima kasih.

Jawaban:

Allah telah menjelaskan tentang surga di dalam kitab-Nya yang mulia dan apa-apa yang dijanjikan di dalamnya. Diapun telah menerangkan tentang keadaan surga dan para penghuninya di beberapa ayat dalam Al-Qur’an. Di antaranya:

“Di dalamnya ada mata air yang mengalir. Di dalamnya ada tahta-tahta yang ditinggikan. Dan gelas-gelas yang diletakkan. Dan bantal-bantal sandaran yang disusun. Dan permadani-permadani yang dihamparkan.” (Q.S. Al-Ghasyiyah: 12-16)

“Dan bagi orang yang takut ketika bertemu dengan Rabbnya ada dua surga. Maka nikmat Allah yang mana lagi yang akan kalian dustakan. Kedua surga itu mempunyai pohon-pohon dan buah-buahan. Maka nikmat Allah yang manalagikah yang akan kalian dustakan. Di dalam kedua surga itu ada dua mata air yang mengalir. Maka nikmat Allah yang manalagikah yang akan kalian dustakan ? Di dalam kedua surga itu ada segala macam buah-buahan yang berpasang-pasangan.” (Q.S. Ar-Rahman: 46-52)

Ayat-ayat yang lainnya yang menerangkan keadaan surga sangat banyak. Ada beberapa ayat yang menerangkan wanita-wanita surga. Di antaranya :

“Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang menundukkan pandangannya, yang tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka ataupun oleh jin. Maka nikmat Allah yang manalagikah yang akan kalian dustakan ? Seakan-akan mereka itu permata yakut dan marjan.” (Q.S. Ar- Rahman: 56-58)

“Bidadari-bidadari yang cantik, putih bersih, dan terpelihara dalam kemah.” (Q.S. Ar- Rahman: 72)

“Dan di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang bermata jeli. Seperti mutiara yang tersimpan baik. Sebagai balasan dari apa yang mereka lakukan.” (QS.Ar-Rahman: 22-24)

Selain itu ada pula hadits-hadits dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tentang keadaan wanita-wanita surga dan bahwa mereka disediakan pada hari kiamat untuk orang-orang yang bertaqwa. Di antaranya adalah hadits Abu Hurairoh Radhiyallahu ‘Anhu dia berkata : “Telah berkata Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:

“Sesungguhnya rombongan pertama yang masuk surga tak ubahnya seperti bulan pada malam purnama, kemudian orang-orang setelah mereka laksana bintang yang paling terang cahayanya di langit. Mereka tidak kencing, tidak buang hajat, tidak meludah, dan tidak beringus. Sisir-sisir mereka dari emas dan aroma mereka seperti minyak kasturi. Isteri-isteri mereka adalah bidadari. Bentuk mereka sama seperti bentuk bapak-bapak mereka yaitu Adam yang tingginya 60 (enam puluh hasta).” (Shahih Al Jami’ 2015)

Dari Rasul Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau berkata:

“Kemah (di surga) adalah mutiara yang tingginya 60 mil. Di setiap sudutnya ada isteri bagi seorang mukmin dan mereka tidak bisa dilihat oleh orang lain.” (Shahih Al Jami’3357)

Hadits-hadits tersebut menerangkan tentang wanita-wanita surga yang disediakan untuk para laki-laki. Dan Allah telah menamai mereka di dalam kitab-Nya dengan sebutan Al-huur (bidadari). Al-Huur jamaknya adalah Hauraa. Imam Al Qurthubi berkata di dalam kitab Al-Ahkam (17/122): “Mereka (bidadari) itu bagian putih matanya sangat putih dan bagian hitamnya sangat hitam, maka kita mengimani hal itu dengan keimanan yang mutlak yang tidak ditembus oleh keraguan ataupun kesangsian dan hal ini tertancap di inti aqidah kita.”

Untuk keterangan yang lebih jelas silakan merujuk kepada Shahih Bukhari, kitab bad’ul khalqi, bab sifat al jannah, dan Shahih Muslim, bab sifat al jannah, demikian pula kitab Sifat Al-Jannah susunan Abu Nu’aim Al Ashfahani tentang sifat wanita ahli surga dan kecantikannya.

Adapun pertanyaan bahwa Islam memotivasi dan memberi kabar gembira dengan sesuatu di surga padahal hal itu diharamkan di dunia seperti hubungan antara laki-laki dengan wanita di luar nikah, maka sebelum dijawab ada baiknya kita memperhatikan hal yang penting, yaitu bahwa Allah Ta’ala mengharamkan sesuatu sekehendak-Nya di dunia ini kepada para penghuninya. Dia adalah mencipta dan Pemilik segela sesuatu, maka tidak boleh bagi seorangpun memprotes terhadap hukum Allah Ta’ala dengan ra’yu (pikiran) dan pemahamannya yang terbalik, maka kepunyaan Allahlah hukum dan urusan sebelum dan sesudahnya.

Adapun masalah pengharaman Allah Ta’ala terhadap beberapa perkara di dunia kemudian Dia memberi balasan dengan hal itu pula bagi orang yang meninggalkan hal itu di akhirat, seperti khamr, zina, memakai sutera bagi laki-laki, dan seterusnya, maka hal ini merupakan kehendak Allah dalam memberi balasan kepada orang yang mentaatinya, bersabar, dan memerangi hawa nafsu dirinya di dunia.

Allah Ta’ala berfirman :

“Tidak ada balasan bagi kebaikan kecuali kebaikan pula..” (Q.S. Ar Rahman : 60)

Adapun tentang sebab-sebab pengharaman, maka berikut ini ada beberapa point penting :

Pertama : Tidaklah penting bagi kita mengetahui semua sebab pengharaman. Karena ada beberapa sebab yang kadang-kadang tidak kita ketahui. Dan yang pokok adalah berpegang kepada nash-nash tersebut secara tunduk sekalipun kita tidak tahu sebabnya karena sikap tunduk merupakan tuntutan Islam yang dibangun di atas ketaatan yang sempurna karena Allah Ta’ala .

Kedua : Kadang-kadang nampak bagi kita beberapa sebab pengharaman ,seperti kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan akibat zina berupa tidak jelasnya keturunan, tersebarnya penyakit kelamin, dan yang lainnya. Maka ketika syariat melarang hubungan yang tidak disyariatkan, maka itu maksudnya untuk memelihara kejelasan keturunan dan menghindarkan penyakit, dan hal-hal yang kadang-kadang tidak dimengerti sedikitpun oleh orang-orang kafir dan durhaka sehingga mereka melakukan hubungan seksual seperti keledai. Seorang lelaki menyetubuhi kawan wanitanya, atau seseorang bersetubuh dengan kerabatnya, demikianlah seterusnya seolah-olah mereka itu kelompok binatang, bahkan sebagian binatangpun enggan melakukan hal itu, sedangkan mereka tidak enggan dan tidak peduli akan hal itu, maka jadilah masyarakat yang melakukan hal itu menjadi kumpulan orang yang bebas terlepas dari ikatan, yang penuh dengan penyakit kelamin sebagai wujud murka Allah bagi orang-orang yang melanggar hal yang diharamkannya dan membolehkan apa yang dilarangnya..

Hal ini berbeda sekali dengan hubungan antara seorang laki-laki dengan bidadari di surga -dan inilah yang Anda tanyakan-. Maka hal yang harus diperhatikan adalah bahwa seorang wanita pelacur di dunia adalah seorang wanita yang hilang harga dirinya, sedikit iman dan rasa malunya dan tidak terikat dengan hubungan syar’i yang tetap dengan seseorang yang dilandasi akad yang benar, maka jadilah seorang laki-laki menyetubuhi wanita yang diinginkannya, dan seorang wanita bersetubuh dengan lelaki yang dikehendakinya tanpa aturan agama ataupun akhlaq. Adapun bidadari di surga maka mereka terkhususkan untuk suami-suami mereka orang-orang yang diberi balasan oleh Allah dengan diberi bidadari-bidadari itu karena kesabaran mereka dalam menahan diri dari yang haram ketika di dunia, sebagaimana firman Allah Ta’ala :

“Bidadari-bidadari yang terpelihara di dalam kemah-kemah.”

Dan firman-Nya pada ayat lain tentang bidadari-bidadari itu:

“Mereka tidak pernah disentuh oleh seorang manusiapun sebelum mereka ataupun oleh jin.”

Dan mereka adalah isteri bagi penghuni surga, sebagaimana firman Allah :

“Dan Kami nikahkan mereka dengan bidadari-bidadari.”

Dan mereka terkhususkan hanya untuk suami mereka dan tidak untuk yang lainnya.

Ketiga : Sesungguhnya Allah Ta’ala yang mensyariatkan bagi laki-laki di dunia agar tidak mempunyai lebih dari empat isteri dalam satu waktu, Dia pulalah yang memberi nikmat kepada penghuni surga dengan bidadari yang diinginkannya, maka tidak ada pertentangan antara pengharaman di dunia dengan penghalalan di akhirat karena hukum kedua tempat itu berbeda sesuai dengan yang dikehendaki Allah Ta’ala, dan tidaklah diragukan lagi bahwa akhirat lebih baik, lebih utama, dan lebih kekal dari pada dunia. Allah Ta’ala berfirman:

“Telah dihiasi bagi manusia kecintaan kepada syahwat wanita, anak-anak, harta yang banyak berupa emas dan perak, kuda pilihan, binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia. Dan di sisi Allah ada tempat kembali yang baik. Katakanlah: ‘Maukah aku kabarkan kepada kalian apa yang lebih baik dari hal itu ? Untuk orang-orang yang bertaqwa kepada Rabb mereka yaitu surga yang banyak mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya selamanya .Dan ada isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat terhadap hamba-hamba-Nya.” (Q.S. Ali Imran: 14-15).

Keempat : Sesungguhnya pengharaman ini kadang-kadang merupakan ujian dari Allah Ta’ala bagi hamba-hamba-Nya, apakah mereka melaksanakan perintah dan menjauhi larangan atau tidak. Dan ujian tidaklah berupa sesuatu yang tidak diinginkan dan tidak disukai jiwa, tetapi ujian akan berupa sesuatu yang diinginkan oleh jiwa sehingga jiwa akan selalu terkait dan tertarik kepadanya. Di antaranya adalah ujian dengan harta, apakah seorang hamba akan mengambil yang halal dan menggunakannya dengan cara yang halal pula serta menunaikan hak Allah di dalamnya ? Ujian dengan wanita, apakah dia akan membatasi dengan hal yang dihalalkan oleh Allah, menundukkan pandangan, dan menjauhi hal yang Allah haramkan dari wanita ? Dan di antara rahmat Allah Ta’ala bahwa Dia tidaklah mengharamkan sesuatu yang diinginkan oleh jiwa kecuali Diapun menghalalkan hal-hal yang halal yang sejenis dengan yang diharamkan tadi.

Kelima : Sesungguhnya hukum-hukum yang berlaku di dunia tidaklah seperti hukum di akhirat. Khamr di dunia bisa menyebabkan hilang akal berbeda dengan khamr di akhirat yang baik yang tidak menyebabkan hilang akal dan tidak menimbulkan pening di kepala serta tidak membuat kembung di perut. Demikian pula wanita-wanita yang disediakan pada hari kiamat untuk orang mukmin sebagai balasan atas ketaatan mereka, tidaklah seperti pezina yang membuat terkoyaknya kehormatan, tidak jelasnya keturunan serta menyebarnya penyakit kelamin yang berakhir dengan penyesalan. Wanita-wanita surga adalah wanita-wanita yang suci, baik, tidak akan mati, dan tidak akan tua. Berbeda dengan wanita-wanita di dunia.

Allah berfirman :

“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung. Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis yang perawan penuh cinta kasih dan sepadan.” (Q.S. Al Waqi’ah: 35-37).

Kita memohon kepada Allah semoga Dia merizkikan kepada kita kebaikan di dunia dan di akhirat dan merizkikan ketaatan kepada kita dalam melaksanakan perintah-Nya dan yakin terhadap pahala-Nya serta meraih pahala-Nya juga aman dari siksa-Nya. Wallahu A’lam.

Syeikh Muhammad Sholih Al-Munajid


Sumber: AkalBudiIslam

9 Keutamaan Bagi Orang yang Bersabar




“ Dan, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan sholat”.(Al-Baqoroh:45)


Sabar kata yang mudah untuk diucapkan, namun butuh perjuangan untuk mempraktekannya. Sabar adalah menahan atau bertahan. Sabar yang dimaksud adalah menahan diri dari rasa gelisah, cemas, amarah, menahan lidah dari keluh kesah, dan menahan anggota tubuh dari kekacauan. Bahkan kata sabar disebutkan sebanyak 74 kali dalam Al-Qur’an.
Berikut ini adalah 9 keutamaan yang diperoleh bagi orang-orang yang sabar:

1. Orang yang sabar akan senatiasa bersama-sama Allah. 

Dan Allah lebih mencintai orang-orang yang bersabar terhadap ujian yang diberikan oleh-Nya. Allah bersama orang-orang yang sabar. Kebersamaan yang dimaksud  oleh Allah adalah kebersamaan secara khusus yang berarti menjaga, melindungi, dan menolong mereka.

2. Allah memberikan apresiasi  predikat taqwa kepada orang-orang yang bersabar dalam menghadapi ujian Allah. (Al-Baqoroh:177) (Ali Imran:125)

3. Allah akan memberikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dan tanpa batas.  Orang yang berhak menerimanya adalah orang-orang yang sabar. (QS Az Zummar:10) (QS Al Qashash;80)

4. Orang-orang yang sabar akan mendapatkan kabar gembira (QS Al Baqoroh:155)

5. Allah memberitakan bahwa orang-orang yang sabar adalah orang-orang yang mulia. (QS Asy-Syura:43)

6. Berita gembira dari Allah bahwa hanya orang-orang yang bersabarlah yang dapat mengambil hikmah atau pelajaran yang bermanfaat dari ayat-ayat Allah (QS Ibrahim;5). 


7. Mereka memperoleh keberuntungan, keselamatan, dari sesuatu yang ditakuti dan masuk surganya Allah. (QS Ar-Ra’d:24)

8. Sabar mewariskan derajat kepeloporan dan kepemimpinan.  Sebagaimana ungkapan Syaikul Islam yang dikutip oleh Ibnu Qoyyim Al-Jauziah: “ Dengan kesabaran dan keyakinan dapat diperoleh kepemimpinan dalam agama.”  Lalu ia menyebutkan firman Allah (QS As-Sajdah:24)

9. Allah menghubungkan kesabaran dengan iman, keyakinan, takwa, tawakal, syukur, amal shalih, dan rahmat yang diperoleh seseorang. Sabar merupakan bagian dari iman, ibarat kedudukan kepala dari tubuh. Tiada artinya iman bagi orang-orang tidak memiliki kesabaran, sama artinya ibarat tubuh tanpa kepala. Sehingga Umar bin Khatab berkata; “ Hidup yang paling baik ialah yang kami lalui dengan kesabaran.
Kita bisa belajar banyak tentang kesabaran dari para nabi-nabi Allah. Bagaimana kesabaran Nabi Yusuf menghadapi rayuan siti Zulaikha dan dimasukan ke sumur oleh saudara-saudaranya. Kesabaran nabi 

Nuh dalam berjuang  menyampaikan kebenaran tauhid, Nabi Ibrahim, Musa, Nabi Muhammad Saw dan nabi-nabi Allah lainnya.

Mereka bersabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, menghindari kedurhakaan kepada Allah, dan bersabar dari ujian Allah. Itulah yang  akan menghantarkan mereka menjadi pribadi yang mendapat berbagai keutamaan dari Allah SWT.

10 Keutamaan Mencari Ilmu



             MENCARI ilmu merupakan kewajiban setiap manusia. Tanpa ilmu kita tidak bisa
menjalani hidup ini dengan baik. Orang yang tidak memiliki ilmu biasanya akan di
manfaatkan oleh orang lain. Bahkan, orang yang tak berilmu itu akan dibodohi oleh orang lain. Oleh karena itu, kita sebagai manusia yang diberi akal dan pikiran carilah ilmu demi kelangsungan hidup yang lebih baik.
Ilmu memiliki banyak keutamaan, diantaranya:
1. Ilmu adalah amalan yang tidak terputus pahalanya sebagaimana dalam hadits: ”jika manusia meninggal maka terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara: shodaqoh jariahnya, ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholeh yang mendoakan kedua orang tuanya,” (HR Bukhori dan Muslim)
2. Menjadi saksi terhadap kebenaran sebagaimana dalam firman Allah SWT: (Allah menyatakan bahwasanya tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali dia. Yang menegakkan keadilan. para malaikat dan orang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu,). (QS. Ali Imran 18)
3. Allah memerintahkan kepada nabinya Muhammad SAW untuk meminta ditambahkan ilmu sebagaimana dalam firman Allah, (… dan katakanlah: Ya Rabb ku, tambahkanlah kepadaku ilmu) (QS.Thahaa 114)
4. Allah mengangkat derajat orang yang berilmu. Sebagaimana firman Allah, (… Allah mengangkat orang beriman dan memiliki ilmu diantara kalian beberapa derajat dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan). (QS. Mujadilah 11)
5. Orang berilmu adalah orang yang takut Allah SWT, sebagaimana dalam firmannya: (…. sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hambanya hanyalah orang-orangyang berilmu). (QS. Fathir 25).
6. Ilmu adalah anugerah Allah yang sangat besar, sebagaimana firman-Nya: (Allah menganugerahkan al-hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al-Quran dan As-Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)). ( QS. Al-Baqarah 269)
7. Ilmu merupakan tanda kebaikan Allah kepada seseorang ”Barang siapa yang Allah menghendaki kebaikan padanya, maka Allah akan membuat dia paham dalam agama,” (HR Bukhari dan Muslim).
8. Menuntut ilmu merupakan jalan menuju surga, ”Barang siapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surge,” (HR Muslim)
9. Diperbolehkannya ”hasad” kepada ahli ilmu,”Tidak hasad kecuali dalam dua hal, yaitu terhadap orang yang Allah beri harta dan ia menggunakannya dalam kebenaran dan orang yang Allah beri hikmah lalu ia mengamalkannya dan mengajarkannya,”                 (HR Bukhari )

10. Malaikat akan membentangkan sayap terhadap penuntut ilmu,”Sesungguhnya para malaikat benar-benar membentangkan sayapnya karena ridho atas apa yang dicarinya,” (HR. Ahmad dan Ibnu majah).   

KEAJAIBAN SOLAT MALAM (TAHAJUT)


“Jika matahari sudah terbenam, aku gembira dengan datangnya malam dan manusia tidur karena inilah saat hanya ada Allah dan aku.”
Sejarah telah mencatat bahwa Rasulullah Saw dan para sahabat selalu melaksanakan shalat tahajud. shalat tahajud adalah shalat yang sangat mulia. Keajaiban melaksanakan shalat tahajud telah tercatat dalam alquran. Ada beberapa keajaiban shalat tahajud seperti berikut ini:

1. Shalat Tahajud sebagai tiket masuk surga …
Abdullah Ibn Muslin berkata “kalimat yang pertama kali ku dengar dari Rasulullah Saw saat itu adalah, “Hai sekalian manusia! Sebarkanlah salam, bagikanlah makanan, sambunglah silaturahmi, tegakkan lah shalat malam saat manusia lainnya sedang tidur, niscaya kalian masuk surga dengan selamat.” (HR. Ibnu Majah).

2. Amal yang menolong di akhirat …
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada di dalam taman-taman surga dan di mata air-mata air, seraya mengambil apa yang Allah berikan kepada mereka. Sebelumnya mereka adalah telah berbuat baik sebelumnya (di dunia), mereka adalah orang-orang yang sedikit tidurnya di waktu malam dan di akhir malam mereka memohon ampun kepada Allah).” (QS. Az Zariyat: 15-18)
Ayat di atas menunjukkan bahwa orang yang senantiasa bertahajud Insya Allah akan mendapatkan balasan yang sangat nikmat di akhirat kelak.

3. Pembersih penyakit hati dan jasmani …
Salman Al Farisi berkata, Rasulullah Saw bersabda, “Dirikanlah shalat malam, karena sesungguhnya shalat malam itu adalah kebiasaan orang-orang shaleh sebelum kamu, (shalat malam dapat) mendekatkan kamu kepada tuhanmu, (shalat malam adalah) sebagai penebus perbuatan buruk, mencegah berbuat dosa, dan menghindarkan diri dari penyakit yang menyerang tubuh.” (HR. Ahmad)

4. Sarana meraih kemuliaan …
Rasulullah Saw bersabda, “Jibril mendatangiku dan berkata, “Wahai Muhammad, hiduplah sesukamu, karena engkau akan mati, cintailah orang yang engkau suka, karena engkau akan berpisah dengannya, lakukanlah apa keinginanmu, engkau akan mendapatkan balasannya, ketahuilah bahwa sesungguhnya kemuliaan seorang muslim adalah shalat waktu malam dan ketidakbutuhannya di muliakan orang lain.” (HR. Al Baihaqi)

5. Jalan mendapatkan rahmat Allah …
Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Semoga Allah merahmati laki-laki yang bangun malam, lalu melaksanakan shalat dan membangunkan istrinya. Jika sang istri menolak, ia memercikkan air di wajahnya. Juga, merahmati perempuan yang bangun malam, lalu shalat dan membangunkan suaminya. Jika sang suami menolak, ia memercikkan air di wajahnya.” (HR. Abu Daud)

6. Sarana Pengabulan permohonan …
Allah SWT berjanji akan mengabulkan doa orang-orang yang menunaikan shalat tahajud dengan ikhlas. Rasulullah Saw Bersabda,
“Dari Jabir berkata, bahwa nabi Saw bersabda, “Sesungguhnya di malam hari , ada satu saat yang ketika seorang muslim meminta kebaikan dunia dan akhirat, pasti Allah memberinya, Itu berlangsung setiap malam.” (HR. Muslim)

7. Penghapus dosa dan kesalahan …
Dari Abu Umamah al-Bahili berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Lakukanlah Qiyamul Lail, karena itu kebiasaan orang saleh sebelum kalian, bentuk taqarub, penghapus dosa, dan penghalang berbuat salah.” (HR. At-Tirmidzi)

8. Jalan mendapat tempat yang terpuji …
Allah berfirman,
“Dan pada sebagian malam bertahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al-Isra’:79)

9. Pelepas ikatan setan …
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Setan akan mengikat kepala seseorang yang sedang tidur dengan ikatan, menyebabkan kamu tidur dengan cukup lama. Apabila seseorang itu bangkit seraya menyebut nama Allah, maka terlepaslah ikatan pertama, apabila ia berwudhu maka akan terbukalah ikatan kedua, apabila di shalat akan terbukalah ikatan semuanya. Dia juga akan merasa bersemangat dan ketenangan jiwa, jika tidak maka dia akan malas dan kekusutan jiwa.”

10. Waktu utama untuk berdoa …
Amru Ibn ‘Abasah berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah! Malam apakah yang paling di dengar?”, Rasulullah Saw menjawab, “Tengah malam terakhir, maka shalat lah sebanyak yang engkau inginkan, sesungguhnya shalat waktu tersebut adalah maktubah masyudah (waktu yang apabila bermunajat maka Allah menyaksikannya dan apabila berdoa maka didengar doanya)” (HR. Abu Daud)

11. Meraih kesehatan jasmani …
“Hendaklah kalian bangun malam. Sebab hal itu merupakan kebiasaan orang-orang saleh sebelum kalian. Wahana pendekatan diri pada Allah Swt, penghapus dosa, dan pengusir penyakit dari dalam tubuh.” (HR. At-Tarmidzi)

12. Penjaga kesehatan rohani …
Allah SWT menegaskan bahwa orang yang shalat tahajud akan selalu mempunyai sifat rendah hati dan ramah. Ketenangan yang merupakan refleksi ketenangan jiwa dalam menjalani kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Allah Berfirman, “Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. Dan orang yang melewati malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka.” (QS. Al-Furqan: 63-64)
Keajaiban shalat tahajud sudah terbukti, maka bertahajudlah!
Mungkin masih banyak lagi keajaiban shalat tahajud yang mungkin terlewat dari tulisan ini. Yang pasti shalat tahajud merupakan shalat yang bagus sebagai ibadah tambahan bagi kita.
Subhanallah .. Shalat tahajud benar-benar dahsyat dalam meraih kebaikan dunia akhirat ..(Dz-Alzilzaal)