Jadikan Alquran sebagai Nyanyian Berarti Merusak Islam


Hartono Ahmad Jaiz
Penulis, tinggal di Jakarta

Masih banyak orang yang tidak faham, bahwa acara di Istana Negara, Jum’at 27 Rajab 1436H/ 15 Mei 2015, yakni membaca Alquran dengan Langgam Jawa Dandanggulo itu sejatinya merupakan sesuatu yang ditakutkan oleh Nabi Muhammad Saw. Karena telah menjadikan Alquran sebagai nyanyian.

Banyak orang tidak paham, ketika disebut Langgam Jawa, dianggapnya hanya corak logat /aksen Jawa. Padahal sejatinya ketika disebut Langgam Jawa itu artinya adalah nyanyian Jawa. Apalagi wujudnya adalah nyanyian jenis Dandanggulo, itu salah satu jenis nyanyian Jawa dalam kategori Macapat.

Nyanyian Jawa terutama Macapat dengan sejumlah jenisnya seperti pangkur, sinom, pucung, megatruh, dandanggulo, durmo, mijil, Asmarandana dan sebagainya itu masing-masing dalam format bait-bait syair yang sudah ada jumlah suku katanya perbait (gatra, guru wilangan, wazan dalam ilmu syair Arab) dan bunyi akhir bait, guru lagu (qafiyah dalam syair Arab) dan itu masing masing sudah ada format isi atau muatan misinya. Misalnya asmarandana ya seputar keasmaraan. Megatruh ya tentang mecati, sakaratul maut orang hampir meninggal. Jadi sudah baku aturannya mengenai ini itu, sampai nada dan iramanya serta panjang pendeknya. Bahkan nada gamelan yang mengiringinya. (Dalam Islam, alat-alat musik itu haram).

Dan yang perlu difahami, itu kedudukan dan fungsinya adalah nyanyian. Penyanyinya bisa disebut tukang nyanyi, bisa juga sinden/ waranggono, bisa juga ledek. Dan ledek itu secara psikologis jurusannya ke arah zina, paling kurang zina mata. Orang lelaki yang ngajoni ledek, berjoget bersama / berhadapan dengan ledek cukup tercela. Kemungkinan kalau dia jadi imam shalat di masjid maka orang akan minggir. Lha kok sekarang malah Alquran dijadikan nyanyian yang ledek penyanyinya saja ketika diajoni, maka yang mengajoni itu ketika jadi imam shalat akan ditolak dan dibenci oleh masyarakat. Siapa yang tidak normal sebenarnya? Bukankah itu merusak Islam? 

Dari segi keilmuan, tembang/ nyanyian Jawa yang jenis Macapat itu punya aturan-aturan mirip syair Arab. Baik dalam aturan bait-baitnya yang harus memenuhi syarat wazan (jumlah suku kata) dan qafiyah (bunyi akhir bait), serta ketentuan lagunya, nada-nada panjang pendeknya, irama  tinggi rendahnya dan sebagainya. Maka misalnya dalam Syair Arab disebut jenis Bahar thawil hanya dengan disebut jenisnya itu saja sudah termasuk nada-nada irama untuk melagukannya. Sebagaimana Langgam Jawa, ketika disebut dandanggulo, maka sudah mencakup segala aturannya sampai ke lagunya, bahkan muatan isinya, sesuai namanya itu (dandanggulo, angan-angan manis). Bahkan iringan gamelannya (alat musik, yang telah jelas diharamkan dalam Islam, lihat Hadits Bukhari) sudah ditentukan. Misal tembang Asmaradana (gejolak asmara) maka iringan gamelannya slendro patet sanga. Nah, Alquran kalau diseret ke Langgam Jawa, pasangannya adalah gamelan. Na’udzubillahi min dzalik!

Setelah kita tahu segi-segi kesamaan Langgam Jawa dengan syair Arab yang masing-masing memang dinyanyikan dengan lagu dan irama yang telah ditentukan masing-masing, ternyata tidak pernah ada ulama yang mempersilakan untuk membaca Alquran pakai langgam bahar thawil ataupun wafir dan sebagainya itu. Tidak pernah ada ulama yang mencontohi untuk membaca Alquran dengan lagu Ya Rabbi bil (Bahar Thawil?) atau Ilahi lastulil firdausi (Bahar wafir) dan sebagainya. Karena bahar-bahar (dalam syair Arab) itu ya hanya untuk melagukan bait-bait yang termuat di dalamnya. Dan itupun bukan untuk melagukan bahar jenis lainnya, apalagi untuk membaca ayat-ayat Alquran. 

Demikian pula apalagi Langgam Jawa Dandang Gulo dan sebagainya, ya hanya untuk menyanyikan bait-bait yang terangkum dalam jenis itu (yang sudah ada ketentuan jumlah suku kata/ wazan dalam syair Arab, dan huruf akhir bait, qafiyah dalam syair Arab). Tanpa mengikuti wazan dan qafiyahnya, maka kagok, tidak bisa dinyanyikan. Bahkan dalam nyanyian/ langgam Jawa, muatan syairnya pun sudah harus mengikuti format jenis nyanyiannya. Ketika lagu itu jenis pucung alias pocong ya mengenai jenazah. Ketika jenisnya Dandanggulo ya tentang angan-angan manis. Lhah, Alquran kok dinyanyikan sebagai nyanyian Dandanggulo, ya sama dengan didudukkan untuk dilantunkan dan dinikmati sebagai angang-angan manis. Na’udzubillahi min dzalik! Betapa teganya membanting Alquran menjadi sesuatu nyanyian yang hanya menggambarkan angan-angan manis. Itupun lebih “nikmatnya” diiringi dengan gamelan. Na’udzubillahi min dzalik!

Benarlah sabda Nabi Muhammad shallalahu ‘alaihi wa sallam yang telah takut terhadap 6 perkara atas umatnya, di antaranya menjadikan Alquran sebagai nyanyian. Dan itu hulunya adalah imaratus sufahaa’ (pemerintahan orang-orang bodoh).

Dari Auf bin Malik dari Nabi Saw, beliau bersabda:

Aku khawatir atas kamu sekalian enam: pemerintahan orang-orang yang bodoh, penumpahan darah, jual hukum, memutus (tali) persaudaraan/ kekerabatan, generasi yang menjadikan Alquran sebagai nyanyian, dan banyaknya polisi (aparat pemerintah, yang berarti banyak kedhaliman). (HR Thabrani, shahih menurut Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ hadits no. 216)

Mengenai imaratussufahaa’ inilah haditsnya:
Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Ka’b bin’ Ujroh, “Semoga Allah melindungimu dari pemerintahan orang-orang yang bodoh”, (Ka’b bin ‘Ujroh ra) bertanya, apa itu kepemerintahan orang bodoh? (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) bersabda: “Yaitu para pemimpin negara sesudahku yang tidak mengikuti petunjukku dan tidak pula berjalan dengan sunnahku, barangsiapa yang membenarkan mereka dengan kebohongan mereka serta menolong mereka atas kedholiman mereka maka dia bukanlah golonganku, dan aku juga bukan termasuk golongannya, mereka tidak akan datang kepadaku di atas telagaku, barang siapa yang tidak membenarkan mereka atas kebohongan mereka, serta tidak menolong mereka atas kedholiman mereka maka mereka adalah golonganku dan aku juga golongan mereka serta mereka akan mendatangiku di atas telagaku. (Musnad Ahmad No.13919, shahih lighairihi menurut Al-Albani dalam Shahih at-Targhib).

Masalah Alquran dijadikan sebagai nyanyian

Sudah jelas ada enam  perkara yang Nabi Muhammad Saw takut terjadi pada umatnya, berarti umat Islam itu sendiri jangan sampai malah mengadakannya. Ketika menjadikan Alquran sebagai nyanyian, bisa dibilang tidak menggubris sabda Nabi Saw tersebut. Dan kalau itu yang mengadakan adalah suatu pemerintahan, maka dikhawatirkan tergolong yang diancam dalam hadits tersebut.

“...barangsiapa yang membenarkan mereka dengan kebohongan mereka serta menolong mereka atas kedholiman mereka maka dia bukanlah golonganku, dan aku juga bukan termasuk golongannya, mereka tidak akan datang kepadaku di atas telagaku, barang siapa yang tidak membenarkan mereka atas kebohongan mereka, serta tidak menolong mereka atas kedholiman mereka maka mereka adalah golonganku dan aku juga golongan mereka serta mereka akan mendatangiku di atas telagaku.” (Musnad Ahmad No.13919, shahih lighairihi menurut Al-Albani dalam Shahih at-Targhib).

Selain ada peringatan keras dari hadits, mari kita analisa, bagaimana kalau Alquran dijadikan sebagai nyanyian. Yaitu dibaca pakai langgam Jawa dadandanggulo, megatruh, pangkur dan sebagainya. 

 Lha, Alquran mau dibegitukan? Ya tidak boleh.

Pertama, karena menjadikan Alquran sebagai nyanyian. Itu sangat merendahkan Alquran. Apalagi nyanyian itu biasanya diiringi musik (jelas haram dalam Islam), bahkan penyanyinya atau ledeknya secara psikologis jurusannya adalah zina, paling kurang zina mata dst. Na’udzubillahi min dzalik!

Kedua, Alquran tidak terikat oleh aturan-aturan bait dari syair ataupun nyanyian yang telah dibuat manusia itu. Kenapa mau diikat-ikat?

Kembali ke persoalan awal tentang banyaknya orang yang tidak paham persoalan ini.

Intinya, karena banyak orang menyangka bahwa maksud Langgam Jawa itu hanya corak Jawa, atau Gaya Jawa, atau Model Jawa; maka mereka mengatakan boleh, malahan sangat boleh, katanya. Padahal yang sedang terjadi (adanya rekayasa menteri agama yang menyuruh orang baca Alquran dengan Langgam Jawa Dandanggulo di istana itu) bukan langgam dalam arti corak, gaya, atau model, tetapi langgam Jawa dalam arti nyanyian  Jawa, satu bentuk nyanyian untuk bisa dibedakan dengan dangdut, pop, nyanyian barat dan sebagainya. Bukan sekadar corak bersuara model Jawa. Bukan.

Seandainya yang dimaksud langgam di situ memang hanya sekedar corak, gaya, atau model; itupun tidak ada urusan untuk diupayakan agar bercorak begini dan begitu. Untuk apa? Apakah tidak ada pekerjaan yang lebih berguna lagi dan memang perlu untuk meningkatkan kemampuan Umat Islam ini dalam membetulkan bacaan Alquran yang selama ini kemungkinan sebagian masih belepotan? Belum lagi betapa pentingnya memahami isi Al-Qur’an. Ngapain ngurusin corak bersuaranya manusia?

Setelah kita tahu duduk soalnya, mari kita renungkan.

Kalau orang masih punya pikiran lurus, mana mungkin jenis tembang nyanyian yang sifatnya sangat terbatas seperti itu, kemudian diperuntukkan untuk membaca wahyu Allah? Sedangkan untuk membaca teks Pancasila dalam satu acara misalnya, itu saja sama sekali tidak bisa. 

Kenapa? Karena, misalnya Pancasila dibaca dengan lagu Megatruh (mecati alias sakaratul maut menjelang meninggal), maka tentu menimbulkan tanda tanya. Apakah pembacanya itu ngalup biar segera mati atau bagaimana.

Itu saja sama-sama hanya bikinan manusia. Sudah menimbulkan masalah. Lha kalau itu untuk merekayasa bacaan ayat-ayat suci Alquran, bukankah berarti pelecehan dan penodaan agama?

Sekali lagi saya tanyakan (secara inkari): Bagaimana kalau ayat-ayat tentang keagungan Allah Ta'ala, lalu dibaca dengan langgam Durmo yang inti nada lagu itu sindiran terhadap orang songong? 

Bukankah itu menimbulkan masalah bahkan dapat dinilai sebagai melecehkan?

Oleh karena itu, siapa saja yang ingin merekayasa dan atau ikut menyetujui untuk menjadikan Alquran sebagai nyanyian, maka sejatinya adalah berhadapan dengan Allah Ta’ala, yang telah mengutus Rasul-Nya yang menyampaikan ancaman akan adanya 6 perkara yang ditakutkan Nabi yaitu diantaranya Alquran dijadikan nyanyian.

Sadarilah wahai Umat Islam, hidup ini adalah ujian. Allah Ta’ala telah berfirman:

Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besar. [QS. Al 'Imran: 179]

Wallahu a’lam bisshawab.

sumber : suara-islam.com

Artikel yang terdapat dalam blog ini berasal dari berbagai sumber terpercaya klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di moslemfact.blogspot.com

Post Comment